PekanClimen(rebowagen.com)– Sudah menjadi pengetahuan bersama bahwasanya tanah Indonesia memang dipenuhi oleh aneka ragam tanaman herbal dan rempah-rempah. Tak terkecuali ragam tanaman herbal dan rempah yang tumbuh di tanah Gunungkidul. Walaupun Gunungkidul terkenal dengan tanahnya yang gersang, namun tanaman rempah yang bisa dimanfaatkan pun tidak sedikit jumlahnya, mulai dari daun, batang, akar, buah, hingga biji. Semua bisa dimanfaatkan untuk kesehatan, menjaga, mencegah maupun mengobati berbagai penyakit.
Sukamto, adalah herbalis sekaligus guru di salah satu SMP Negeri di Manyaran Wonogiri. Beliau bertempat tinggal di Kalurahan Sumberejo, Kapanewon Semin, Gunungkidul. Dalam penyampaian materinya, pria yang akrab disapa Pak Kamto ini mengawali dengan pengenalan beragam tanaman yang tumbuh di sekitar kita. Baik tanaman yang ditanam di pekarangan atau tanaman liar yang mudah ditemui di mana saja.

Meja yang digunakan oleh Pak Kamto dipenuhi beragam tanaman hijau dan rempah-rempah kering. Ada pegagan, sambiloto, jahe, kunyit, temulawak, merica, aneka temu-temuan, vco, secang, kumis kucing, jati cina dan masih banyak lagi. Dari ramainya rempah-rempah yang ada di atas meja, cukup membuat para peserta bertanya-tanya, apa khasiat dan fungsi dari setiap tanaman tersebut.
Beliau menjelaskan bahwasannya semua tanaman sebetulnya bisa berfungsi menjadi obat. Hanya saja, perlu pengetahuan serta harus banyak melakukan riset-riset tertentu untuk mengenali jenis dan kandungan yang ada di dalamnya. Menurut Pak Kamto hal yang paling mudah untuk mempelajari herbal, bisa berangkat dari cerita dan pengetahuan khasanah lokal yang berkembang di kawasan tersebut.
Para pendahulu kita pasti punya cerita dan cara untuk mengobati suatu penyakit tertentu, misalnya ramuan tolak sawan yang digunakan untuk bayi yang terserang demam mendadak usai datang dari suatu tempat baru atau usai diajak mengikuti hajatan. Atau jamu cekok yang digunakan untuk anak-anak yang kurang nafsu makan dan masih banyak lagi.

Dalam materi yang disampaikan oleh Pak Kamto, beliau menjelaskan bahwa setiap tanaman herbal dan rempah memang punya kandungan dan khasiat yang bisa mengobati penyakit tertentu. Namun harus diingat, bahwa banyak tanaman yang cara penggunaannya tidak tunggal, atau harus dikombinasi dengan jenis tanaman lain. Tanaman herbal dan rempah perlu diracik satu dengan lainnya agar menjadi ramuan yang berkhasiat. Dan untuk bisa meracik herbal diperlukan pengetahuan terhadap kandungan tanaman rempah.
“Tanaman herbal itu bisa menyembuhkan tapi bisa jadi berbahaya kalau tidak tahu cara mengolahnya. Misalnya kunir, kunir itu getah dan patinya banyak sekali. Bisa dicek dengan memeras kunir menggunakan kain, pasti warna kuning pada kain tidak bisa hilang. Nah, cara mengatasinya bisa dengan bantuan sinar matahari, alias dijemur untuk menghilangkan getah yang ada di dalam kunyit,”
ujar Pak Kamto
Contoh lain yang diberikan adalah jamu kunyit asem yang terkenal sebagai jamu datang bulan. Menurut beliau ada pemahaman yang agak menyimpang dari pemaknaan fungsi dari kunyit asem sebagai jamu datang bulan. Jamu kunyit asem untuk datang bulan sejatinya bukan untuk melancarkan, namun untuk melindungi tubuh perempuan dari berbagai jenis jamur.
Menurutnya, ketika perempuan tengah datang bulan, tubuhnya sedang rentan dan mudah dihinggapi jamur. Nah, kandungan yang ada di dalam jamu kunyit asem, bisa turut membantu melindungi tubuh perempuan dari jamur ketika sedang datang bulan.
Kelas semakin riuh ketika Pak Kamto mulai mengajak para peserta untuk praktek langsung membuat jamu beras kencur bubuk. Semua peserta dilibatkan untuk turut membuat dan mencicipi jamu yang dibuat bersama. Pak Kamto nampak sibuk membuat jamu sambil menjawab berbagai pertanyaan dari para peserta tentang penggunaan tanaman rempah sebagai pengobatan.

“Kalau misal ada yang sakit lalu datang ke saya minta pendapat obatnya apa, hal pertama yang saya lakukan adalah mendengarkan dulu ia bercerita tentang rasa sakitnya. Saya mengajaknya untuk menyadari terlebih dulu bagian mana yang sakit. Karena mengobati rasa sakit itu tidak semata-mata bisa langsung hilang dengan jamu, kalau memang sakit kita harus tau dulu mana yang sakit, lalu diakui rasa sakitnya, baru nanti minum jamu. Karena sehat dari penyakit itu bukan hanya soal fisik tapi juga mental. Kalau istilahnya itu sugesti baik” terangnya panjang lebar.
Diakui olehnya, bahwa memang tidak mudah untuk mengajak masyarakat sekarang agar kembali menjaga kesehatan dengan cara ‘nature‘ (alami). Kemajuan zaman, ilmu pengobatan modern serta alat-alat canggih kedokteran membuat kita berpikir bahwa jika terserang sakit, maka tinggal berobat ke rumah sakit.
Segala sesuatu yang telah disediakan oleh alam untuk kesehatan manusia, sekarang ini tidak lagi populer dan dianggap telah ketinggalan zaman. Tak heran, ilmu pengobatan tradisional sekarang semakin terpinggirkan. Orang yang tahu, atau mau belajar ilmu warisan nenek moyang ini juga semakin terbatas.
“Sekarang ini, banyak orang yang lebih memilih sakit dulu baru berobat, sementara prinsip herbal atau jamu itu sebetulnya untuk menjaga kesehatan, atau mencegah penyakit menyerang,”
pungkas Pak Sukamto.