• Tentang
  • Team
  • Pedoman
  • Kontak
Senin, 11 Desember 2023
rebowagen.com
  • Beranda
  • Lingkungan
    Anjir Bahasa Gaul, dan Dusun Nganjir Yang Terancam Longsor

    Anjir Bahasa Gaul, dan Dusun Nganjir Yang Terancam Longsor

    Akar Wangi, Jenis Tanaman Konservasi Yang Mempunyai Nilai Ekonomi Tinggi

    Akar Wangi, Jenis Tanaman Konservasi Yang Mempunyai Nilai Ekonomi Tinggi

    ‘Ngedrek Lendhut’, Konsep Normalisasi Telaga Dengan Sistem Ekologi-Hidraulik, Berbasis Pengetahuan Tradisional

    ‘Ngedrek Lendhut’, Konsep Normalisasi Telaga Dengan Sistem Ekologi-Hidraulik, Berbasis Pengetahuan Tradisional

    Karst dan Cadangan Air, Sekelumit Cerita Tentang Dunia Bawah Tanah Gunungkidul

    Karst dan Cadangan Air, Sekelumit Cerita Tentang Dunia Bawah Tanah Gunungkidul

    Sabar dan Ikhlas, Teladan dan Makna Perjuangan Mbah Sadiman Menghijaukan Bumi

    Sabar dan Ikhlas, Teladan dan Makna Perjuangan Mbah Sadiman Menghijaukan Bumi

    Kawasan Bentang Alam Karst Gunungkidul, ‘Sak Kêpêl Cunthêl, Sak Upa Dawa?

    Kawasan Bentang Alam Karst Gunungkidul, ‘Sak Kêpêl Cunthêl, Sak Upa Dawa?

    Trending Tags

  • Seni & Budaya
    • Semua
    • Adat
    • Pertanian
    • Seni
    Upacara Pangrupukan Menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1945 di Kaliwaru

    Upacara Pangrupukan Menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1945 di Kaliwaru

    Nyadran Bulan Ruwah, Momen Orang Jawa ‘Mengeti Arwah’

    Nyadran Bulan Ruwah, Momen Orang Jawa ‘Mengeti Arwah’

    Fungsi, Alat, dan Romantisme Pawon (Dapur) Tradisional Gunungkidul

    Fungsi, Alat, dan Romantisme Pawon (Dapur) Tradisional Gunungkidul

    Tradisi Wedangan, Sebuah Strategi Komunikasi Orang Gunungkidul

    Tradisi Wedangan, Sebuah Strategi Komunikasi Orang Gunungkidul

    Pijat Refleksi ABDW, Meraba, Memijat Pusat-Pusat Simpul Permasalahan Sosial Gunungkidul

    Pijat Refleksi ABDW, Meraba, Memijat Pusat-Pusat Simpul Permasalahan Sosial Gunungkidul

    ‘Sambatan, Neba, Derep’, Budaya Faktual Relasi dan Kohesi Sosial Warga Desa di Gunungkidul

    ‘Sambatan, Neba, Derep’, Budaya Faktual Relasi dan Kohesi Sosial Warga Desa di Gunungkidul

    Cerita Reyog Dhodhog, Seni Reyog Yang Konon Paling Klasik di Gunungkidul

    Cerita Reyog Dhodhog, Seni Reyog Yang Konon Paling Klasik di Gunungkidul

    Mengenal Penghayat Kepercayaan di Gunungkidul dan Inti Ajarannya

    Mengenal Penghayat Kepercayaan di Gunungkidul dan Inti Ajarannya

    Makna Prosesi dan Ubarampe Upacara Adat Tingkeban atau Mitoni

    Makna Prosesi dan Ubarampe Upacara Adat Tingkeban atau Mitoni

  • Sejarah
    • Semua
    • Cerita Rakyat
    Napak Tilas Sejarah Pergantian Nama Empat Padukuhan di Kalurahan Kepek, Wonosari, Gunungkidul

    Napak Tilas Sejarah Pergantian Nama Empat Padukuhan di Kalurahan Kepek, Wonosari, Gunungkidul

    Penamaan Tempat di Gunungkidul Berdasarkan pada Kondisi Geografisnya

    Penamaan Tempat di Gunungkidul Berdasarkan pada Kondisi Geografisnya

    Kilas Balik ‘Verdon Gorge van Java’, Air Terjun Sri Gethuk Yang Menawan

    Kilas Balik ‘Verdon Gorge van Java’, Air Terjun Sri Gethuk Yang Menawan

    Nestapa Zaman Gaber dan Upaya Masyarakat Gunungkidul Bertahan Hidup

    Nestapa Zaman Gaber dan Upaya Masyarakat Gunungkidul Bertahan Hidup

    Tugu Jumenengan di Gunungkidul,  Tanda Sejarah Penobatan Sri Sultan Hamengkubuwana IX

    Tugu Jumenengan di Gunungkidul, Tanda Sejarah Penobatan Sri Sultan Hamengkubuwana IX

    Makna Tradisi Gumbregan, Kearifan Sikap Petani Terhadap Hewan Ternak

    Makna Tradisi Gumbregan, Kearifan Sikap Petani Terhadap Hewan Ternak

    Tebing Pantai Ngungap, Napak Tilas Junghuhn Setelah Lebih Dari Satu Setengah Abad

    Tebing Pantai Ngungap, Napak Tilas Junghuhn Setelah Lebih Dari Satu Setengah Abad

    Tugu Handayani: Simbol Identitas dan Perjuangan Masyarakat Gunungkidul

    Tugu Handayani: Simbol Identitas dan Perjuangan Masyarakat Gunungkidul

    Pasar Kawak Seneng Siraman, Monumen Cinta Rangga Puspawilaga

    Pasar Kawak Seneng Siraman, Monumen Cinta Rangga Puspawilaga

    Gapura Lar Badak: Ikon Gunungkidul yang Penuh Makna

    Gapura Lar Badak: Ikon Gunungkidul yang Penuh Makna

    Trending Tags

  • Sosial
  • Kearifan Lokal
  • Mitos
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Beranda
  • Lingkungan
    Anjir Bahasa Gaul, dan Dusun Nganjir Yang Terancam Longsor

    Anjir Bahasa Gaul, dan Dusun Nganjir Yang Terancam Longsor

    Akar Wangi, Jenis Tanaman Konservasi Yang Mempunyai Nilai Ekonomi Tinggi

    Akar Wangi, Jenis Tanaman Konservasi Yang Mempunyai Nilai Ekonomi Tinggi

    ‘Ngedrek Lendhut’, Konsep Normalisasi Telaga Dengan Sistem Ekologi-Hidraulik, Berbasis Pengetahuan Tradisional

    ‘Ngedrek Lendhut’, Konsep Normalisasi Telaga Dengan Sistem Ekologi-Hidraulik, Berbasis Pengetahuan Tradisional

    Karst dan Cadangan Air, Sekelumit Cerita Tentang Dunia Bawah Tanah Gunungkidul

    Karst dan Cadangan Air, Sekelumit Cerita Tentang Dunia Bawah Tanah Gunungkidul

    Sabar dan Ikhlas, Teladan dan Makna Perjuangan Mbah Sadiman Menghijaukan Bumi

    Sabar dan Ikhlas, Teladan dan Makna Perjuangan Mbah Sadiman Menghijaukan Bumi

    Kawasan Bentang Alam Karst Gunungkidul, ‘Sak Kêpêl Cunthêl, Sak Upa Dawa?

    Kawasan Bentang Alam Karst Gunungkidul, ‘Sak Kêpêl Cunthêl, Sak Upa Dawa?

    Trending Tags

  • Seni & Budaya
    • Semua
    • Adat
    • Pertanian
    • Seni
    Upacara Pangrupukan Menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1945 di Kaliwaru

    Upacara Pangrupukan Menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1945 di Kaliwaru

    Nyadran Bulan Ruwah, Momen Orang Jawa ‘Mengeti Arwah’

    Nyadran Bulan Ruwah, Momen Orang Jawa ‘Mengeti Arwah’

    Fungsi, Alat, dan Romantisme Pawon (Dapur) Tradisional Gunungkidul

    Fungsi, Alat, dan Romantisme Pawon (Dapur) Tradisional Gunungkidul

    Tradisi Wedangan, Sebuah Strategi Komunikasi Orang Gunungkidul

    Tradisi Wedangan, Sebuah Strategi Komunikasi Orang Gunungkidul

    Pijat Refleksi ABDW, Meraba, Memijat Pusat-Pusat Simpul Permasalahan Sosial Gunungkidul

    Pijat Refleksi ABDW, Meraba, Memijat Pusat-Pusat Simpul Permasalahan Sosial Gunungkidul

    ‘Sambatan, Neba, Derep’, Budaya Faktual Relasi dan Kohesi Sosial Warga Desa di Gunungkidul

    ‘Sambatan, Neba, Derep’, Budaya Faktual Relasi dan Kohesi Sosial Warga Desa di Gunungkidul

    Cerita Reyog Dhodhog, Seni Reyog Yang Konon Paling Klasik di Gunungkidul

    Cerita Reyog Dhodhog, Seni Reyog Yang Konon Paling Klasik di Gunungkidul

    Mengenal Penghayat Kepercayaan di Gunungkidul dan Inti Ajarannya

    Mengenal Penghayat Kepercayaan di Gunungkidul dan Inti Ajarannya

    Makna Prosesi dan Ubarampe Upacara Adat Tingkeban atau Mitoni

    Makna Prosesi dan Ubarampe Upacara Adat Tingkeban atau Mitoni

  • Sejarah
    • Semua
    • Cerita Rakyat
    Napak Tilas Sejarah Pergantian Nama Empat Padukuhan di Kalurahan Kepek, Wonosari, Gunungkidul

    Napak Tilas Sejarah Pergantian Nama Empat Padukuhan di Kalurahan Kepek, Wonosari, Gunungkidul

    Penamaan Tempat di Gunungkidul Berdasarkan pada Kondisi Geografisnya

    Penamaan Tempat di Gunungkidul Berdasarkan pada Kondisi Geografisnya

    Kilas Balik ‘Verdon Gorge van Java’, Air Terjun Sri Gethuk Yang Menawan

    Kilas Balik ‘Verdon Gorge van Java’, Air Terjun Sri Gethuk Yang Menawan

    Nestapa Zaman Gaber dan Upaya Masyarakat Gunungkidul Bertahan Hidup

    Nestapa Zaman Gaber dan Upaya Masyarakat Gunungkidul Bertahan Hidup

    Tugu Jumenengan di Gunungkidul,  Tanda Sejarah Penobatan Sri Sultan Hamengkubuwana IX

    Tugu Jumenengan di Gunungkidul, Tanda Sejarah Penobatan Sri Sultan Hamengkubuwana IX

    Makna Tradisi Gumbregan, Kearifan Sikap Petani Terhadap Hewan Ternak

    Makna Tradisi Gumbregan, Kearifan Sikap Petani Terhadap Hewan Ternak

    Tebing Pantai Ngungap, Napak Tilas Junghuhn Setelah Lebih Dari Satu Setengah Abad

    Tebing Pantai Ngungap, Napak Tilas Junghuhn Setelah Lebih Dari Satu Setengah Abad

    Tugu Handayani: Simbol Identitas dan Perjuangan Masyarakat Gunungkidul

    Tugu Handayani: Simbol Identitas dan Perjuangan Masyarakat Gunungkidul

    Pasar Kawak Seneng Siraman, Monumen Cinta Rangga Puspawilaga

    Pasar Kawak Seneng Siraman, Monumen Cinta Rangga Puspawilaga

    Gapura Lar Badak: Ikon Gunungkidul yang Penuh Makna

    Gapura Lar Badak: Ikon Gunungkidul yang Penuh Makna

    Trending Tags

  • Sosial
  • Kearifan Lokal
  • Mitos
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
rebowagen.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Lingkungan

Dilema Telaga Mengering, Solusi Pengetahuan Modern dan Pentingnya Kearifan Lokal

Keringnya telaga-telaga di Gunungkidul, selain karena pengerukan dan dibangun secara permanen juga karena terbukanya 'luweng'. Istilah 'luweng' digunakan oleh warga untuk menyebut sebuah lubang, atau gua vertikal yang terhubung dengan rongga-rongga atau jalur sungai bawah tanah. Pada beberapa telaga, dibutuhkan syarat dan ritual khusus untuk menutup kembali 'luweng' yang terbuka.

Edi Padmo oleh Edi Padmo
16 November 2022
pada Lingkungan
0
Dilema Telaga Mengering, Solusi Pengetahuan Modern dan Pentingnya Kearifan Lokal
Bagikan di WhatsAppBagikan di Facebook

Lingkungan(rebowagen.com)-Telaga adalah sebuah sistem penampungan air alami permukaan yang banyak bertebaran di wilayah Gunungkidul, terutama bagian selatan. Keberadaannya memang identik dengan wilayah kawasan karst Pegunungan Seribu. Selama ratusan tahun, telaga menemani dan mencukupi kebutuhan akan air bagi masyarakat sehari-hari. Pohon- pohon besar di sekeliling telaga, dan kesejukan yang diciptakannya membuat tempat ini menjadi rest area alami bagi warga sekitar. Sebuah kawasan yang nyaman untuk melepas lelah setelah seharian bekerja di ladang.

Banyaknya aktivitas keseharian yang dilakukan juga membuat telaga menjadi pusat interaksi sosial masyarakat. Air sebagai sumber kehidupan, akhirnya membentuk ikatan batin yang kuat antara warga dengan telaga. Hubungan masyarakat petani dengan sumber air juga menciptakan ragam budaya agraris, dimana hampir semua ritual atau upacara adat masyarakat berpusat di telaga sebagi sumber air. Pada akhirnya, telaga menjadi ‘sumbu’ ataupun pusat kehidupan sehari-hari masyarakat

Pada lokasi telaga terdapat lubang pembuangan air alami yang disebut ‘luweng‘. Kelebihan debit air hujan yang tertampung dibuang secara otomatis melewati lubang ‘luweng‘ yang terletak di bagian pinggir telaga. Luweng adalah drainase alami yang terbentuk dari lapuknya batuan karst. Lubang ini merupakan gua vertikal yang terhubung dengan rongga atau sungai bawah tanah dan akhirnya bermuara di laut selatan. Ukuran luweng beragam, ada yang berdiameter besar (luweng Grubug, Jaran, Njomblang, dan lain lain), dan ada ratusan lainnya yang berukuran lebih kecil.

TulisanTerkait

Anjir Bahasa Gaul, dan Dusun Nganjir Yang Terancam Longsor

Anjir Bahasa Gaul, dan Dusun Nganjir Yang Terancam Longsor

16 Maret 2023
Akar Wangi, Jenis Tanaman Konservasi Yang Mempunyai Nilai Ekonomi Tinggi

Akar Wangi, Jenis Tanaman Konservasi Yang Mempunyai Nilai Ekonomi Tinggi

6 Maret 2023
‘Ngedrek Lendhut’, Konsep Normalisasi Telaga Dengan Sistem Ekologi-Hidraulik, Berbasis Pengetahuan Tradisional

‘Ngedrek Lendhut’, Konsep Normalisasi Telaga Dengan Sistem Ekologi-Hidraulik, Berbasis Pengetahuan Tradisional

7 Februari 2023
Karst dan Cadangan Air, Sekelumit Cerita Tentang Dunia Bawah Tanah Gunungkidul

Karst dan Cadangan Air, Sekelumit Cerita Tentang Dunia Bawah Tanah Gunungkidul

17 Desember 2022

Keberadaan luweng ini tidak mesti berada di telaga, pada dataran yang lebih rendah di antara bukit seribu sering juga terdapat lubang luweng yang berfungsi untuk membuang air yang terkumpul. Kasus banjir yang terjadi di wilayah selatan Gunungkidul akhir-akhir ini banyak terjadi ketika lubang luweng tertutup. Atau bangunan didirikan di lokasi bekas telaga, sehingga jenis banjir yang terjadi adalah banjir genangan.

Keberadaan luweng di telaga seringkali jumlahnya tidak hanya satu. Ada luweng yang terletak agak ke tengah, sehingga ketika luweng terbuka, maka air akan mengalir ke lubang dan telaga akan mengering. Oleh para orang tua dulu, hal seperti ini sudah diperhitungkan. Dengan pengetahuan dan kearifan mereka, lubang luweng yang berada di tengah-tengah telaga kemudian ditutup secara gotong royong.

Kerjabakti membersihkan telaga menjadi salah satu kearifan lokal masyarakat dalam merawat sumber air (Dokumentasi Sigit Purnomo)

Ritual dan upacara khusus kemudian dilakukan dalam proses penutupan luweng. Ada beberapa syarat dan ‘ubarampe‘ yang disiapkan untuk sarana permohonan kepada Yang Maha Kuasa, agar hajat warga untuk melestarikan sumber air berupa telaga bisa terkabul.

Di setiap desa atau tempat, syarat ubarampe yang diperlukan berbeda-beda. Yang paling sering digunakan adalah ‘ijuk’, ‘damen‘ (jerami padi), kain atau kayu kayu tertentu. Cerita rakyat yang lebih tua menuturkan beberapa material yang tidak lazim juga disebut, meski mungkin hal itu berbau ‘sanepan‘ atau isyarat. Beberapa diantaranya adalah ‘dandang kencana‘ (semacam periuk), ataupun ‘bathok mengkurep‘ ( batok kelapa). Syarat khusus yang lain juga sering dihadirkan sebagai ‘tumbal‘, misal kepala kerbau, atau benda tertentu yang ikut dikubur saat upacara menutup luweng.

Pada hari Jumat Legi kemarin, saya berkesempatan mengikuti upacara adat ‘Tilik Telaga‘ Boromo, Padukuhan Trowono, Kalurahan Karangasem, Kapanewon Paliyan, Gunungkidul. Sempat terkendala hujan, sehingga acara kenduri yang biasanya dilaksanakan di tepian telaga berpindah ke balai padukuhan. Setelah hujan mereda, warga bersama-sama mengadakan kerja bakti membersihkan lokasi sekeliling telaga.

Baca Juga

Makhluk Baik dan Asal Kehidupan di Bawah ‘Oyot Pring’ di Pringombo

Makhluk Baik dan Asal Kehidupan di Bawah ‘Oyot Pring’ di Pringombo

15 Agustus 2022
Mengenal Manfaat, Filosofi dan Toponimi dari Pohon Asam Jawa

Mengenal Manfaat, Filosofi dan Toponimi dari Pohon Asam Jawa

26 September 2022

 

“Saat banjir Badai Cempaka tahun 2017, luweng telaga Boromo terbuka, sehingga telaga mengering, padahal sejak dulu telaga tidak pernah kering sepanjang tahun,”

kata Sigit Purnomo, Lurah Kalurahan Karangasem

Pria yang akrab disapa Wage ini sambil berkeliling telaga kemudian menceritakan bagaimana proses dari penutupan telaga yang terbuka. Dengan keringnya telaga Boromo, masyarakat beberapa padukuhan merasa kehilangan, karena meski fungsi telaga Boromo tidak sepokok dulu, namun keberadaanya sudah sangat dekat dan melekat dengan warga sekitar.

Sigit Purnomo saat menjelaskan kondisi Telaga Boromo dulu dan sekarang

“Ada beberapa luweng di telaga Boromo, kebetulan yang terbuka yang berada agak di tengah, sehingga air dengan cepat meresap dan telaga jadi mengering,” lanjutnya

Ukuran luweng, menurut Wage, sebetulnya tidak terlalu besar, berdiameter sekitar 1,5 meter. Namun air yang tersedot dengan cepat membuat debit air telaga menyusut dan berkurang.

“Waktu itu, saya masih menjadi RT, dan karena menunggu tindakan dari dusun atau desa tidak juga dilakukan, saya kemudian berinisiatif mengumpulkan warga bermusyawarah untuk mencari solusi,” imbuh Wage lagi.

Dalam musyawarah yang dilakukan, menurut Wage, semua masyarakat boleh usul tentang cara menutup luweng. Akan tetapi dengan catatan setiap yang usul maka harus bertanggung jawab terhadap usulannya, dalam arti menyediakan syarat dan ‘ubarampe‘ yang diusulkan. Dalam musyawarah ini akhirnya banyak warga yang memberikan usulan misalnya menutup dengan kayu, batu, kain dan yang lain.

“Salah seorang warga bernama Lik Bagong mengusulkan untuk menutup luweng dengan kain jarik bermotif ‘truntum’. Pemilik toko besar di Pasar Trowono memberi kain ‘mori’ (kain putih) satu bal (gulung). Saya sendiri mengusulkan untuk tepat diatas luweng ditanami pohon beringin, harapannya agar akar akar pohon bisa membantu menutup lubang luweng“,

terang Wage.

Pada hari yang telah ditentukan yakni Jumat Legi, upacara penutupan luweng telaga Boromo dilakukan. Masyarakat bahu membahu bergotong royong kerja bakti di telaga. Semua syarat yang diusulkan kemudian dilakukan dengan satu permohonan agar luweng kembali tertutup dan air telaga bisa kembali awet dan bertahan sepanjang musim. Setelah penutupan luweng Masyarakat juga bersama-sama menyelenggarakan prosesi upacara adat dan ritual kenduri, dan ditutup dengan doa bersama.

Kerjabakti warga menutup luweng di Telaga Boromo (dokumentasi: Sigit Purnomo)

Kerja dan ikhtiar warga yang dilakukan pada tahun 2018 itu, saat ini sudah membuahkan hasil. Air telaga Boromo akhirnya kembali awet dan bertahan sepanjang tahun. Pohon beringin yang ditanam tepat di atas luweng, sekarang sudah mulai besar dan subur. Hingga saat ini, setahun sekali pada hari Jumat Legi kemudian dilakukan tradisi ‘Tilik Telaga‘ secara rutin. Masyarakat membawa berbagai makanan yang kemudian dilakukan kenduri bersama. Setelah itu secara bersama-sama mereka melakukan kerja bakti bersih-bersih lingkungan telaga.

Kasus telaga mengering di Gunungkidul saat ini memang marak terjadi. Melansir artikel KONTAN.CO.ID Yogyakarta, dari data Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPUPRKP) Gunungkidul tahun 2019, terdata ada 460 telaga di Gunungkidul. Dari jumlah itu, DPUPRKP mencatat sebanyak 355 telaga yang mengering ketika datang musim kemarau. Jika musim kemarau berlangsung lebih lama, maka jumlah telaga yang mengering akan semakin bertambah.

Tulisan Terbaru

Bukan Sekedar Batu Perhiasan, Ternyata Banyak Manfaat Batu Akik Bagi Yang Percaya

Bukan Sekedar Batu Perhiasan, Ternyata Banyak Manfaat Batu Akik Bagi Yang Percaya

30 Maret 2023
Tular Srawung, Tujuh Pilar Perjuangan Sanggar Lumbung Kawruh

Tular Srawung, Tujuh Pilar Perjuangan Sanggar Lumbung Kawruh

29 Maret 2023
Upacara Pangrupukan Menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1945 di Kaliwaru

Upacara Pangrupukan Menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1945 di Kaliwaru

25 Maret 2023
Anjir Bahasa Gaul, dan Dusun Nganjir Yang Terancam Longsor

Anjir Bahasa Gaul, dan Dusun Nganjir Yang Terancam Longsor

16 Maret 2023

Selain itu, DPURKP Gunungkidul juga mencatat, ada 28 telaga yang lokasinya dialih fungsikan untuk mendirikan bangunan dan lahan pertanian. Kasus banjir yang merendam gedung sekolah di SMK Negeri Tanjungsari, di Kapanewon Tanjungsari dan SMP N 2 Girisubo Kalurahan Jepitu, Kapanewon Girisubo adalah beberapa contohnya. Ketika hujan turun dengan intensitas lebat, maka dapat dipastikan lokasi sekolahan ini akan terendam banjir genangan. Dua lokasi sekolahan ini memang dulunya adalah bekas telaga yang dialih fungsikan.

DPURKP Gunungkidul juga mencatat, saat musim penghujan, seluruh telaga di Gunungkidul mampu menampung air sebanyak 5.149. 954,75 meter kubik. Saat musim kemarau tiba, debit air yang tertampung di telaga akan menurun drastis yakni tersisa 1.119. 386,70 meter kubik. Sejak dulu, air telaga digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari hari oleh warga, namun mulai awal tahun 2000, fungsi telaga mulai berkurang. Warga sudah mulai menggunakan sambungan air PDAM maupun SPAMDes.

Telaga di Kabupaten Gunungkidul

Meski telaga tak lagi menjadi tumpuan utama kecukupan kebutuhan air warga, namun demikian, keringnya air telaga ini adalah keadaan yang sangat memprihatinkan. Fungsi pokok telaga dalam mencukupi kebutuhan air dan menemani perikehidupan masyarakat pegunungan seribu selama ratusan tahun adalah sebuah ikatan sejarah yang tidak bisa begitu saja hilang dari memori komunal masyarakatnya. Bahkan sebetulnya, saat ini keberadaan air telaga juga masih dibutuhkan oleh sebagian masyarakat, baik untuk mencuci ataupun memandikan dan memberi minum ternak-ternak mereka.

“Setelah Telaga Petir mengering paska dibangun permanen, warga Ngurak Urak membeli tangki air tidak hanya untuk keperluan rumah tangga sehari-hari, tapi juga untuk memberi minum ternak. Dulu, sebelum telaga mengering warga membawa sapi-sapi ke telaga untuk dimandikan dan diberi minum,” saya ingat ucapan Ribut, pengasuh Sanggar Lumbung Kawruh, Padukuhan Ngurak Urak, Kalurahan Petir, Kapanewon Rongkop beberapa waktu lalu.

Menurut Ribut, tidak semua warga yang telah memasang jaringan PDAM otomatis tercukupi kebutuhan airnya. Hingga saat ini, tak jarang air PDAM mati dalam beberapa waktu. Dan ketika mengalir, warga harus bergilir untuk memenuhi bak tampungan airnya.

“Saat giliran mengisi bak penampung, rumah warga yang posisinya agak tinggi sering tidak kebagian air, jadi terpaksa kami sering membeli tangki air dari Pracimantoro,” lanjutnya.

Hal senada disampaikan oleh Harjito dan Agus, masing-masing adalah pengurus Telaga Lemah Mendhak, Kalurahan Candirejo Semanu dan Telaga Saga, Kalurahan Kemiri, Tanjungsari. Dua telaga di wilayah mereka juga mengering total di musim kemarau. Pengerukan dasar telaga mengakibatkan luweng-luweng yang berada di dasar telaga terbuka, sehingga air dengan cepat mengalir dan hilang ke sungai bawah tanah.

“Saat ini, kami berupaya untuk membangun kembali ekosistem kawasan penyangga telaga dengan cara menanam banyak pohon konservasi. Sebatas itu yang saat ini bisa kami lakukan, kami berharap ada solusi agar telaga bisa kembali seperti dulu, airnya awet sepanjang tahun,”

ungkap mereka.

Keberadaan telaga, saat ini tidak hanya membantu soal pemenuhan kebutuhan akan air. Kegiatan Karang Taruna dengan event pemancingan rutin berbayar tiap tahun di telaga juga bukti nyata manfaat telaga yang mendukung ekonomi masyarakat. Langkah-langkah dan upaya penyelamatan telaga adalah suatu hal yang krusial dan menjadi skala prioritas. Segera diperlukan langkah dan tindakan yang tepat untuk menjaga keberadaan telaga agar lestari di wilayah Gunungkidul.

Namun begitu, harus menjadi catatan penting, bahwa pengetahuan lokal, kepercayaan adat, ilmu tutur masyarakat sekitar adalah sebagai referensi utama perencanaan program revitalisasi telaga. Fakta di lapangan menunjukkan, maksud baik program revitalisasi telaga dari pemerintah pusat dengan pengerukan dan betonisasi justru malah membuat keadaan ratusan telaga di Gunungkidul semakin memprihatinkan. Telaga yang direvitalisasi akan sangat cepat mengering di musim kemarau, di samping lapisan ‘lemi‘ (membran alami) penahan air hilang karena dikeruk, ekosistem telaga ternyata berubah secara makro.

Ini menunjukkan bahwa meski penggunaan ilmu teknik modern ataupun standar akademisi memang penting, tapi dengan mengesampingkan pengetahuan dan kearifan lokal, maka yang sering terjadi adalah sebaliknya. Tujuan membangun atau melestarikan akan berakibat pada merusak atau justru malah menghilangkan.

Tags: Paliyan
KirimBagikan
Post Sebelum

Urap Daun Kancu, Praktek ‘Farm to Table’ Faktual Masyarakat Desa Gunungkidul

Post Selanjutnya

Tradisi Nglangse, Upaya Pelestarian Lingkungan dan Budaya

Edi Padmo

Edi Padmo

Penanam pohon

TulisanTerkait

Anjir Bahasa Gaul, dan Dusun Nganjir Yang Terancam Longsor
Lingkungan

Anjir Bahasa Gaul, dan Dusun Nganjir Yang Terancam Longsor

16 Maret 2023
Akar Wangi, Jenis Tanaman Konservasi Yang Mempunyai Nilai Ekonomi Tinggi
Lingkungan

Akar Wangi, Jenis Tanaman Konservasi Yang Mempunyai Nilai Ekonomi Tinggi

6 Maret 2023
‘Ngedrek Lendhut’, Konsep Normalisasi Telaga Dengan Sistem Ekologi-Hidraulik, Berbasis Pengetahuan Tradisional
Lingkungan

‘Ngedrek Lendhut’, Konsep Normalisasi Telaga Dengan Sistem Ekologi-Hidraulik, Berbasis Pengetahuan Tradisional

7 Februari 2023
Karst dan Cadangan Air, Sekelumit Cerita Tentang Dunia Bawah Tanah Gunungkidul
Lingkungan

Karst dan Cadangan Air, Sekelumit Cerita Tentang Dunia Bawah Tanah Gunungkidul

17 Desember 2022
Post Selanjutnya
Tradisi Nglangse, Upaya Pelestarian Lingkungan dan Budaya

Tradisi Nglangse, Upaya Pelestarian Lingkungan dan Budaya

Tenggok, Proses Pembuatan Serta Eksistensinya Dalam Gempuran Zaman Plastik

Tenggok, Proses Pembuatan Serta Eksistensinya Dalam Gempuran Zaman Plastik

Tiga Telaga di Petir Rongkop Gunungkidul Yang Hanya Tinggal Cerita

Tiga Telaga di Petir Rongkop Gunungkidul Yang Hanya Tinggal Cerita

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tulisan Lainnya

Tutur dan Tular Kampanye Lingkungan Lewat Kesenian Wayang

Tutur dan Tular Kampanye Lingkungan Lewat Kesenian Wayang

1 tahun lalu
Anjir Bahasa Gaul, dan Dusun Nganjir Yang Terancam Longsor

Anjir Bahasa Gaul, dan Dusun Nganjir Yang Terancam Longsor

9 bulan lalu
Gapura Lar Badak: Ikon Gunungkidul yang Penuh Makna

Gapura Lar Badak: Ikon Gunungkidul yang Penuh Makna

1 tahun lalu
Cerita Reyog Dhodhog, Seni Reyog Yang Konon Paling Klasik di Gunungkidul

Cerita Reyog Dhodhog, Seni Reyog Yang Konon Paling Klasik di Gunungkidul

11 bulan lalu
Kalau Avatar 2 Ibarat Suku Bajo, Maka Avatar 1 Ibarat Pohon Resan di Gunungkidul

Kalau Avatar 2 Ibarat Suku Bajo, Maka Avatar 1 Ibarat Pohon Resan di Gunungkidul

11 bulan lalu
Trisno Suwito, Pelestari Umbi-Umbian Langka di Gunungkidul

Trisno Suwito, Pelestari Umbi-Umbian Langka di Gunungkidul

1 tahun lalu
Hutan Sodong Paliyan. Siapa Sangka Keadaanya Dulu Seperti Ini

Hutan Sodong Paliyan. Siapa Sangka Keadaanya Dulu Seperti Ini

1 tahun lalu
rebowagen.com

  • Tentang
  • Team
  • Pedoman
  • Kontak

Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Home
  • Lingkungan
  • Seni & Budaya
    • Seni
  • Sejarah
    • Cerita Rakyat
    • Mitos
  • Sosial
  • Kearifan Lokal
  • Pertanian
  • Adat

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist