Budidaya(rebowaen.com)– Hoya adalah jenis tanaman dari keluarga ‘apocynaeceae‘. Tumbuhan merambat ini tumbuh di iklim tropis wilayah Asia Tenggara dan sekitarnya. Tercatat ada 200-300 jenis Hoya tumbuh di dunia, dimana 25 persen atau sekitar 50-60 jenis berasal dari Indonesia. Selain itu, hoya banyak ditemukan di Filipina Papua Nugini, Thailand, Malaysia, Bangladesh, Vietnam, dan ada sedikit jenis ditemukan di Australia.
Hoya juga sering disebut sebagai ‘waxplant‘ (tanaman lilin) atau bunga porselen (porcelain flower). Secara morfologi, bentuk bunga hoya yang bundar menyerupai bola memang sangat indah dan mengkilap. Bahkan, jika dilihat sekilas, sering dianggap bukan bunga asli, tetapi tampak seperti bunga replika dari plastik. Melansir Wikipedia, sejarah nama hoya disematkan oleh ahli tumbuhan kenamaan berkebangsaan Skotlandia, Robert Brown. Brown menemukan hoya saat melakukan ekspedisi sains ke Benua Australia dan Asia.
Penggunaan nama Hoya ini, terkait penghargaan terhadap sahabatnya yang bernama Thomas Hoy, yang mendedikasikan 40 tahun masa hidupnya untuk meneliti tumbuhan. Brown menyertakan nama Hoya dalam bukunya ‘Prodromis Florae Novae Hollandeae et Insullae Van Diemen‘. Dalam buku terbitan tahun 1810 itu berisi 1.200 nama flora yang ia temukan selama ekspedisi.
Hoya disebut sebagai jenis tanaman ‘epifit‘, merambat dan melilit batang pohon yang ia tumpangi hingga bisa tumbuh sampai ketinggian 18 meter. Bunganya berbentuk seperti bola, dengan kuntum kecil-kecil yang biasanya berjumlah 30 kuntum. Menariknya, aroma harum jenis bunga hoya bisa bermacam-macam. Ada yang beraroma selai kacang, coklat, dan beberapa yang lain. Semerbak wangi bunga hoya, sering membuat tanaman ini digunakan untuk pengharum alami ruangan.
1 Jenis Hoya di Gunungkidul
Hoya mulai populer di Amerika Serikat dan Eropa sejak tahun 1970an. Sebelumnya, hoya dikenal sebagai tanaman hias eksklusif yang banyak menghiasi puri para bangsawan. Di Indonesia sendiri, khususnya di Kabupaten Gunungkidul, hoya memang belum begitu familiar secara umum. Orang memang lebih mengenal jenis anggrek daripada hoya. Bahkan sering, awam tidak bisa membedakan keduanya.
Saat ini di Gunungkidul baru ditemukan 3 jenis hoya dengan belasan varietas warna bunga. Saya tahu hal ini, setelah beberapa waktu lalu mengobrol dengan dua orang yang berupaya untuk melestarikan hoya endemik Gunungkidul. Mereka adalah Purno Jayusman dan istrinya Retno Kusumawati, warga Padukuhan Gudang, Kalurahan Kampung, Kapanewon Ngawen.
Pasangan suami istri ini sudah sekitar 5 tahun berusaha membudidayakan dan melestarikan hoya, dan beberapa jenis anggrek endemik Gunungkidul. Di rumahnya, mereka mengkoleksi dan mengembangkan 100 lebih jenis hoya dan anggrek.
“Kami jatuh cinta pada hoya mulai tahun 2017. Waktu itu kami menyaksikan pameran tanaman hias di Sleman. Kebetulan beberapa hoya dan anggrek yang dipamerkan berasal dari Gunungkidul, dan bunganya sangat menawan,” terang pria yang akrab disapa Pak Jayus, membuka obrolan kami di teras rumahnya yang asri.
Keseharian Pak Jayus dan istri adalah sebagai guru pengajar di Sekolah Dasar (SD). Pria asal Kabupaten Sleman, yang sekarang sudah menjadi warga Gunungkidul ini menjadi Kepala Sekolah di SD Gunung Gambar, dan istrinya menjadi guru di SD Pager Jurang, Kapanewon Ngawen. Di rumahnya, ratusan jenis hoya dan anggrek tampak tertata dan tergantung rapi dan sebagian bunganya kebetulan sedang mekar. Mereka sedang merintis kebun khusus yang akan digunakan untuk konservasi hoya endemik Gunungkidul.
“Hoya asli Gunungkidul itu, termasuk tanaman yang masih merupakan plasma nuftah, dalam arti masih asli substansi dari tumbuhan yang membawa sifat yang bisa diturunkan, baik melalui biji, atau bagian tubuhnya yang lain,”
lanjutnya.
Pak Jayus mencontohkan, tanaman yang dimaksud ‘plasma nuftah‘, misal mangga yang rasanya kecut, ketika masih asli maka disebut ‘plasma nuftah‘. Tapi jika sudah hasil silangan/rekayasa genetika sehingga buahnya besar-besar dan manis, maka sudah bukan tanaman ‘plasma nuftah‘ lagi.
Di beberapa daerah lain, hoya dan anggrek memang sudah disilangkan antar jenisnya. Sehingga besar ukuran bunga, aroma dan warnanya menjadi lebih bervariatif dan menarik. Kurangnya pengetahuan tentang hoya di Gunungkidul, membuat penggemar bunga ini memang tergolong masih minim. Bahkan sering kejadian, saat pohon tempat hoya merambat ditebang, maka hoya sering hanya dibakar bersama tumpukan daun dan ranting kering.
“Kemarin, hoya endemik Gunungkidul yakni jenis ‘verticilata’ warna hijau mendapat sertifikat dari Kementrian Pertanian (Kementan). Hoya ini ditetapkan sebagai Puspa Handayani,” terang Pak Jayus.
Menurut Pak Jayus, hoya jenis ini masih banyak ditemukan di Kapanewon Semin, Ngawen, Karangmojo, biasanya menempel di pohon jati atau sambi. Namun, karena dianggap hanya sekedar tanaman merambat biasa, masyarakat sering tidak peduli.
“Baru ada tiga macam jenis hoya yang ditemukan di Gunungkidul, masing-masing jenis Vercitilata, Diversipolia dan Vitelina. Yang jenis terakhir termasuk langka, kami baru menemukan keberadaanya di satu tempat di Gunungkidul. Saat ini kami baru berusaha untuk membudidayakannya,” imbuh Retno Kusumawati yang ikut dalam obrolan kami.
Sejalan dengan suaminya, wanita asli Ngawen ini ternyata juga sangat tertarik dengan hoya. Bahkan, pengetahuannya tentang hoya tampak juga sudah mumpuni.
“Untuk jenis ‘verticilata’, sudah ada varian 16 warna, ‘Diversipolia’ 1 warna dan Vitelina ada 3 warna. Itu yang baru kami temukan, kemungkinan yang lain masih banyak,” imbuhnya lagi.
2 Hoya vs Anggrek, tampak sama namun berbeda
Awam memang kadang belum bisa membedakan antara hoya dan anggrek. Menurut Retno, perbedaannya terletak pada bunganya. Dalam satu musim, anggrek hanya sekali berbunga pada satu tangkai, setelah itu lalu rontok. Sedangkan hoya, bisa berbunga dalam satu tangkai (pedangkel) dan bisa sampai 9 kali dalam semusim.
“Bunga anggrek mekar hanya sekali dalam satu musim dan bisa bertahan selama sekitar satu bulan, kalau bunga hoya mekarnya hanya sekitar 5 hari. Namun istimewanya hoya, setelah bunganya rontok, tiga minggu kemudian muncul lagi bunga pada ‘pedangkel’ (tangkai) yang sama. Kalau nutrisi dan panasnya pas, dalam satu musim, hoya bisa 9 kali muncul bunga. Bunga mekar biasanya pada bulan Juli sampai September,” terang Retno panjang lebar.
Mengenai cara mendapatkan koleksi tanamannya, Retno menjelaskan bahwa ia bersama suami sering ‘hunting‘ hoya di berbagai pelosok Gunungkidul. Kebetulan mereka memang hobi jalan-jalan, saat mendapati di suatu tempat tumbuh hoya, maka mereka akan mengambil beberapa ruas batangnya untuk kemudian berupaya ditanam di rumah.
“Selain hobi, niat kami yang utama adalah untuk melestarikan, jadi kami tidak mengambil semuanya di alam, hanya secukupnya agar bisa kami budidaya di rumah,” tandas mereka.
3 Usaha Budidaya Tanaman Hoya
Saat ini, mereka mengaku akan fokus pada tanaman hoya, terutama yang endemik Gunungkidul. Niat ini tidak main-main, di sebuah kebun kosong miliknya, Pak Jayus dan istri sedang membuat taman konservasi khusus hoya. Mereka punya angan-angan ke depan Padukuhan Gudang bisa menjadi ‘Kampung Hoya’.
Meski keterbatasan waktu karena masih mengajar, sedikit demi sedikit, angan-angan ini mulai mereka rintis. Untuk para tetangganya yang tertarik, hoya budidaya mereka tidak dijual, melainkan hanya diberikan cuma-cuma. Tujuannya adalah agar hoya bisa lebih familiar bagi masyarakat Padukuhan Gudang. Bahkan beberapa waktu lalu, mereka membagikan hoya gratis bagi warga sekitar.
“Waktu itu, kami bagi 1 KK dapat dua pot, tapi ya memang tidak mudah ya untuk mengajak suatu hal yang baru. Rata-rata hoya tidak dirawat, bahkan banyak yang mati. Tapi jika nanti ada nilai ekonominya, kami tetap optimis banyak yang mau untuk budidaya,” lanjutnya.
Angan-angan untuk mengembangkan hoya di Padukuhan Gudang sehingga bisa menjadi ‘Kampung Hoya’ sebetulnya sangat menjanjikan secara ekonomis. Retno menyebut bahwa saat ini, dengan sistem penjualan online, bunga hoya sudah mulai ramai di pasaran Penggemarnya juga semakin banyak dan meluas. Meski memang, para pecinta hoya masih lebih memilih jenis hoya dari Filipina dan Thailand.
“Kalau hoya dari Indonesia, yang paling dicari yang berasal dari Papua, bunganya lebih besar, warnanya mencolok, bentuk daunnya lebar dan bagus. Di pasaran online, satu stek hoya berdaun 2 sampai 5 helai dijual 25 ribu, untuk yang sudah panjang dan berbunga, satu pot bisa mencapai 250 ribu. Kami yakin, budidaya hoya mempunya prospek ekonomi yang bagus,” pungkas mereka mengakhiri obrolan kami.