Pertanian(rebowagen.com) — Kabupaten Gunungkidul dikenal sebagai gudang ternak paling produktif di DIY. Jumlah ternak terutama sapi, dari tahun ke tahun jumlahnya selalu meningkat. Melansir data BPS Peternakan, dari https.//gunungkidulkab.bps.go.id terdata bahwa jumlah populasi sapi di Gunungkidul tahun 2018 tercatat ada 152.666 ekor. Untuk 2019 meningkat menjadi 153.369 dan di tahun 2020 meningkat lagi menjadi 154. 423 ekor.
Peningkatan jumlah ini semakin mengukuhkan predikat bahwa Kabupaten Gunungkidul adalah penghasil ternak terbesar di DIY. Selain sapi, ternak jenis kambing juga mengalami peningkatan populasi signifikan. Hewan-hewan ini tidak hanya dipelihara oleh petani. Namun juga sudah banyak yang budidaya dengan level farm atau peternakan profesional.
Wilayah Gunungkidul sebagai kabupaten terluas, serta profesi petani yang masih mendominasi menjadi faktor peternakan menjadi sebuah potensi yang bisa dimaksimalkan. Bagi para petani, keberadaan hewan ternak memang menjadi hal yang wajib. Selain dimanfaatkan kotorannya sebagai pupuk, mereka mengganggap bahwa hewan ternak adalah tabungan. Ternak akan dijual jika mempunyai keperluan besar. Misal hajatan menikahkan anak, menyekolahkan, mencarikan pekerjaan, sampai membeli sepeda motor ataupun tanah.
Kendala pakan di musim kemarau
Dengan lahan pertanian Gunungkidul yang rata rata hanya tadah hujan, saat memasuki musim kemarau petani Gunungkidul mulai kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pakan hijauan ternak mereka. Saat itu di pinggir pinggir jalan mulai gayeng depo-depo darurat yang menyediakan hijauan pakan ternak terutama tebon jagung. Hijauan ini di datangkan dari luar daerah Gunungkidul dan harganya lumayan mahal. Meski begitu, warga terpaksa tetap membeli untuk kebutuhan pakan ternak mereka.
Bagi peternak Gunungkidul, apapun usaha akan di tempuh agar pakan bisa terpenuhi. Termasuk dengan cara membeli. Ada seloroh yang mengatakan bahwa di Gunungkidul itu biasa ketika ada “sapi mangan pedhet, atau sapi mangan wedhus”, artinya, petani Gunungkidul rela menjual pedet (anak sapi) atau kambing untuk biaya membeli pakan bagi sapi-sapinya.
Sebagai daerah gudang ternak, beberapa hal perlu dilakukan terkait langkah strategis mencari solusi tentang masalah ini. Salah satunya adalah penyediaan tekhnologi tepat guna olahan/awetan pakan ternak atau sering disebut silase. Jika hal ini bisa dilakukan, hijauan pakan ternak petani di musim penghujan bisa diolah dan dimaksimalkan. Tentu hal ini akan banyak membantu petani mengurangi biaya membeli pakan di musim kemarau.
“Kebanyakan petani atau peternak Gunungkidul memang belum terbiasa mengolah pakan awetan menjadi tabungan pakan,” kata Amin Susilo.
Amin adalah seorang peternak kambing warga Kalurahan Sodo, Kapanewon Paliyan, Gunungkidul.
Saat ini, Amin memelihara 30 ekor kambing dengan sistem breeding (peranakan). Untuk memenuhi kebutuhan pakan ternaknya, selain konsentrat, secara rutin Amin juga memproduksi silase.
Menurutnya, pada saat musim hujan, sebetulnya para petani memiliki hijauan pakan ternak yang melimpah. Berbagai rumput budidaya atau rumput liar tumbuh subur. Juga ada sisa-sisa panen seperti jerami padi, tebon jagung, rendeng kacang, atau titen kedelai. Bahan-bahan ini jika diolah dengan teknis silase bisa menjadi cadangan atau tabungan pakan.
“Di saat panen jagung, stok pakan petani sangat melimpah, bahkan sering dibiarkan kering,” terang Amin lagi.
Untuk itulah, menurut Amin, saat stok hijauan melimpah adalah saat paling tepat bagi para petani untuk menabung pakan ternak dengan cara diawetkan.
“Silase adalah salah satu teknik mengawetkan pakan, sehingga hijauan yang saat ini melimpah, tidak terbuang sia sia,” lanjutnya.
Dengan metode tabungan pakan hasil Silase ini, Amin mengaku bisa menghemat waktu, tenaga dan sekaligus menghemat modal produksi. Hasil untuk ternak juga sangat baik. Silase mengandung unsur unsur yang dibutuhkan untuk perkembangan hewan, baik untuk peranakan maupun penggemukan ternak.
Amin menerangkan, bahwa proses pembuatan silase ini sebetulnya juga mudah dan sederhana. Modal yang harus disiapkan juga tidak terlalu besar, yaitu Choper (pencacah pakan) dan tong plastik bekas sebagai wadah pengeraman Silase. Juga perlu disiapkan plastik-plastik besar untuk menampung hasil jadi pengeraman.
“Untuk prosesnya tidak rumit, pertama cacah hijauan pakan ternak, bisa batang jagung, rumput Kalanjana atau yang lain, kemudian hasil cacahan dimasukkan ke dalam tong, lalu tutup rapat. Biasanya saya tambahkan bekatul atau konsentrat sedikit, setelah diperam seminggu, hasil Silase sudah bisa digunakan,” terang Amin.
Hasil Silase ini, lanjut Amin, bisa diawetkan lama. Dengan dikemas dalam kantung-kantung plastik ukuran besar, dan disimpan ditempat yang teduh dan kering. Semakin banyak tabungan pakan yang dibuat, maka nanti di musim kemarau pemenuhan pakan untuk ternak akan semakin mudah.
“Ini yang saya maksud sebagai tabungan pakan,” kata Amin.
Untuk kendala yang ditemui, Amin menjelaskan bahwa ada kesulitan di awal waktu ternak diberi pakan silase. Ternak yang telah terbiasa dikasih pakan hijauan langsung, tidak serta merta mau makan pakan Silase. Harus ada penyesuaian dulu, agar ternak terbiasa.
“Bahasanya itu, dipancing dulu, caranya pakan Silase dibuat campuran dulu, hijauan tetap diberikan, nanti sedikit demi sedikit hijauan dikurangi, sampai full Silase, tidak lama, paling seminggu,” terangnya lagi.
Amin menyatakan, dari pengalamannya membuat dan menggunakan Silase sangat menguntungkan. Selain itu teknik pengawetan ini merupakan solusi praktis, mudah dan murah untuk cadangan pakan bagi para peternak di Gunungkidul. Mengingat bahwa kesulitan pakan bagi para petani umum terjadi di Gunungkidul di musim kemarau.
Namun amin berpendapat, bahwa memang sulit untuk merubah kebiasaan para petani/peternak itu sendiri. Mereka membayangkan bahwa proses pembuatan silase ini rumit dan memakan waktu lama dan bertele-tele. Pada akhirnya, membeli konsentrat atau pakan hijauan di musim kemarau lebih menjadi alternatif pilihan.
“Hal inilah yang menjadikan biaya memelihara ternak menjadi sangat tinggi,” pungkasnya mengakhiri obrolan kami.