Lingkungan(rebowagen.com) — Gelombang panas yang melanda sebagian negara eropa pada bulan Juli 2022, sudah mencapai titik yang sangat berbahaya. Ratusan orang dilaporkan tewas terkait efek gelombang panas ini. Akibat suhu ekstrem, bencana kekeringan serta kebakaran melanda dan menghanguskan kawasan hutan di berbagai negara. Puluhan ribu orang juga terpaksa mengungsi untuk menghindari efek gelombang panas dan kebakaran hutan yang semakin menggila.
Melansir dari Kompas.com, kenaikan suhu yang terjadi di berbagai negara rata-rata melebihi 40 derajat celcius. Bahkan suhu terpanas dilaporkan sempat mencapai 50 derajat. Suhu panas ini sekarang menjadi bencana horor yang sangat menakutkan. “Ini adalah neraka yang nyata” kata seorang petugas pemadam kebakaran di Inggris. Negara ini memang merasakan dampak langsung cuaca ekstrem. Untuk pertama kalinya, Kantor Meteorologi Inggris mengeluarkan peringatan ‘panas ekstrem dengan level merah’ (sangat berbahaya) pada Senin dan Selasa (18 dan 19 Juli 2022). Peringatan ini diumumkan terkait suhu panas di atas 40 derajat Celcius yang melanda sebagian wilayah Inggris.
Spanyol dan Portugal dan beberapa negara eropa yang lain juga dilaporkan sangat terdampak cuaca ekstrem ini. Perdana menteri Spanyol, Pedro Sanchez menyatakan bahwa lebih 500 orang meninggal terkait cuaca panas dalam 10 hari terakhir.
“Ini tidak ada hubungannya dengan ideologi, tetapi dengan kenyataan. Dengan keadaan darurat iklim yang dialami oleh planet ini,” kata Sanchez sebagaimana dilansir Al Jazeera, Rabu (20/7/2022).
Efek rumah kaca, Pemanasan global, Perubahan iklim
Pemanasan global (global warming) dan ‘efek rumah kaca’ (greenhouse effect) disebut banyak ahli sebagai penyebab perubahan iklim secara makro (climate change). Perubahan iklim inilah yang mengakibatkan cuaca ekstrem, salah satunya memicu kenaikan suhu udara di berbagai belahan dunia. Pada bulan Juli tahun ini, setidaknya ada 22 negara di 7 benua yang mengalami kenaikan suhu maksimum sampai 50 derajat Celcius.
Tiga faktor, yakni Global warming, Greenhouse effect dan Climate change akhir-akhir ini banyak disebut menjadi penyebab berbagai bencana di muka bumi. Ketiga hal ini mempunyai pengertian yang berbeda, namun ketiganya memang mempunyai keterkaitan hubungan sebab akibat secara langsung. Secara sederhana dapat kita pahami sebagai berikut.
“Efek rumah kaca’ adalah keadaan dimana radiasi sinar matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Polusi udara akibat aktivitas industri yang masif membuat atmosfer tercemar. Pada atmosfer bagian atas terbentuk sebuah selubung yang menghalangi bumi memantulkan kembali radiasi itu ke luar angkasa. Akibat sinar radiasi yang terperangkap, membuat suhu bumi menjadi semakin panas. Maka selanjutnya terjadilah pemanasan global. Imbasnya yaitu akan terjadi perubahan iklim dan memicu terjadinya cuaca ekstrem”.
Pencemaran udara dan atmosfer bumi memang menjadi tersangka terjadinya fenomena ‘efek rumah kaca’. Namun sebetulnya, jika dirunut lebih jauh, ketiga hal tadi dan segala rentetannya, terjadi karena dampak aktivitas manusia. Eksplorasi alam berlebihan tanpa diimbangi dengan kesadaran menjaga lingkungan, saat ini terus dan masif terjadi di berbagai negara.
Dampak negatif sektor industri juga mengakibatkan berbagai pencemaran atau limbah. Deforestasi (penggundulan hutan) dan kebakaran lahan semakin memperparah kerusakan lingkungan dalam skala besar.
Bahan bakar fosil yang setiap hari dibakar sebagai penghasil energi, baik untuk industri maupun dari emisi kendaraan bermotor menyebabkan kandungan gas Karbondioksida (Co2) meningkat tajam di atmosfer bumi.
Sisa pembakaran berupa gas ini dibuang langsung ke udara melalui cerobong-cerobong pabrik dan kenalpot kendaraan.
Melansir katadata.co.id dalam artikel Pengertian Efek Rumah Kaca dan Penyebabnya, Beberapa zat yang dihasilkan akibat efek samping aktivitas manusia disebut menjadi pemicu ‘efek rumah kaca’. Selain Karbondioksida (Co2), ada bebeberapa zat lain, yakni Metana (CH4), Klorofluorokarbon (CFC), Belerang dioksida, Nitrogen oksida, H2o serta menipisnya lapisan Ozon pelindung bumi.
Karbondioksida (Co2) atau sering disebut sebagai zat asam arang adalah jenis yang paling banyak diproduksi akibat efek samping dunia industri. Zat ini adalah sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen. Kedua atom terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas dalam keadaan temperatur dan tekanan yang standar dan hadir di atmosfer bumi.
Saat kandungan Co2 di atmosfer bumi berlebihan, maka akan menghalangi pemancaran panas dari bumi. Sehingga panas dipantulkan kembali ke bumi (efek rumah kaca). Hal ini berakibat suhu bumi menjadikan naik, sehingga terjadi pemanasan global yang memicu cuaca ekstrem.
Dalam jumlah normal, keberadaan Co2 memang dibutuhkan dalam sistem siklus alami. Namun ketika jumlahnya berlebih maka akan menjadi masalah dalam keseimbangan alam.
Pohon Trembesi Sebagai Penyerap Karbon Nomor Satu
Salah satu upaya meminimalisir pencemaran Co2 di udara adalah dengan menanam pohon. Diketahui bahwa pohon-pohon membutuhkan dan menyerap karbondioksida untuk proses fotosintetis mereka. Dari proses ini, pohon akan memproduksi oksigen yang sangat dibutuhkan untuk semua makhluk di muka bumi, termasuk manusia. Dan salah satu pohon terbaik penyerap karbondioksida adalah pohon Trembesi.
Trembesi (Samanea Saman), adalah pohon yang tidak asing di Indonesia. Pohon ini dikenal berumur sangat panjang dan banyak tumbuh di hutan hujan tropis. Morfologi dari pohon ini sangat mudah dikenali. Tajuknya lebar dan mempunyai ketinggian bisa sampai 20 meter lebih. Kulit pohon berstruktur kasar dan batangnya keras. Trembesi juga berbunga, warnanya putih dengan bercak merah muda atau kuning. Buahnya berbentuk polong, berwarna coklat kehitaman. Pohon ini sering dijadikan sebagai peneduh di pinggir-pinggir jalan.
Nama lokal pohon trembesi di berbagai daerah berbeda-beda. Di daerah Melayu sering disebut sebagai kayu ambon, di Jawa disebut sebagai kayu punggur, munggur atau meh. Sementara di Sunda, pohon trembesi mendapat julukan Ki Hujan, karena dari tajuk-tajuk daunnya sering meneteskan air.
Dari morfologi (bentuk fisiknya), pohon trembesi termasuk salah satu jenis pohon konservasi. Kita sangat sering menjumpai jenis pohon ini tumbuh dan meraksasa menjaga sebuah sumber mata air. Tudungnya berbentuk payung yang lebar, dahan dan rantingnya rapat, serta akarnya menghunjam kuat masuk ke dalam tanah. Hal ini membuat pohon Trembesi mampu melindungi tanah dan air. Kerapatan daunnya juga mampu menciptakan kesejukan, memperbaiki kualitas udara dibawah naungannya.
Dari artikel RimbaKita.com disebut bahwa pohon trembesi mempunyai banyak sekali manfaat. Selain sebagai tanaman penghijauan atau konservasi, trembesi juga mempunyai kemampuan menyerap karbon lebih maksimal dibanding pohon yang lain. Artinya, trembesi mempunyai fungsi untuk memperbaiki kualitas udara di sekelilingnya. Berikut ini berbagai manfaat dari pohon trembesi, mengutip dari artikel RimbaKita.com
– Pohon trembesi adalah jenis tanaman reboisasi hutan dan penghijauan yang mempunyai fungsi konservasi lingkungan yang lengkap.
– Akar trembesi mempunyai sifat menyerap dan menyimpan air tanah disekitarnya dengan lebih maksimal, sehingga mendukung cadangan persediaan air tanah bagi lingkungan sekitarnya.
– Sebagai peneduh/perindang, sehingga melindungi dari terik serta radiasi sinar matahari yang berbahaya.
– Kayu trembesi bisa dijadikan sebagai bahan bangunan yang bagus dan awet.
– Bijinya dapat dijadikan camilan/makanan ringan. Juga dapat digunakan sebagai alternatif obat sakit perut, dengan cara meminumnya menggunakan air hangat.
– Akar trembesi dipercaya dapat mencegah resiko penyakit kanker. Caranya adalah menambahkan ekstrak akarnya ke air mandi.
– Daun trembesi mempunyai manfaat untuk mengobati penyakit gatal-gatal pada kulit. Ekstrak daunnya mempunyai kemampuan untuk menghambat perkembangan mikrobakterium tuberculosis yang menjadi penyebab sakit perut.
– Menurut penelitian, satu pohon trembesi mampu menyerap 28.442 kg karbondioksida setiap tahunnya.
Ternyata, manfaat pohon trembesi sangat luar biasa. Terutama fungsi konservasi air dan perannya memperbaiki kualitas udara dari pencemaran. Dari sebuah penelitian menyebut bahwa rapatnya tajuk daun trembesi mampu menurunkan suhu udara 3-4 derajat celcius di bawah naungannya.
Selain itu, pohon trembesi juga mempunyai satu keistimewaan lain, yakni berumur sangat panjang. Beberapa ahli mengatakan pohon ini bisa mencapai umur hingga ratusan tahun. Jika dalam satu tahun, satu pohon trembesi mempunyai kemampuan menyerap karbondioksida hingga 28,5 ribu ton, maka taruhlah umurnya 100 tahun (sangat mungkin lebih). Maka satu pohon trembesi akan menyerap karbon hampir 3 juta ton pada satu kali masa hidupnya. Para ahli juga memperkirakan, pohon trembesi yang sekarang ini masih ada diseluruh dunia mempunyai peran mereduksi lebih dari 26 persen emisi karbon. Saat ini, beberapa negara, termasuk Indonesia mulai menggalakkan lagi penanaman pohon trembesi dalam skala besar, terutama pada daerah-daerah perkotaan, kawasan sabuk hijau atau hutan kota.
Menanam pohon, merawat hutan, serta kearifan sikap kita dalam menjaga keseimbangan lingkungan adalah jawaban. Sebuah solusi yang dengan kesadaran harus dilakukan bersama. Hal ini adalah upaya wajib untuk meminimalisir berbagai bencana alam, termasuk gelombang panas yang sekarang melanda. Jika kita terus abai, maka pernyataan seorang petugas pemadam kebakaran di Inggris bahwa “Ini adalah neraka yang nyata” memang telah terjadi pada bumi kita, dan ‘neraka’ ini akan semakin meluas ke belahan bumi yang lain.