Budaya(rebowagen.com)– Kentongan adalah alat bunyi yang terbuat dari bambu atau kayu. Dengan cara dipukul maka resonansi bunyi dalam rongga kentongan akan menghasilkan suara. Alat ini termasuk salah satu dari alat komunikasi tradisional. Kentongan digunakan oleh masyarakat pada berbagai keperluan sejak dahulu dan turun temurun. Fungsinya bermacam-macam, umumnya digunakan sebagai sinyal komunikasi jarak jauh. Entah itu alarm, morse, penanda upacara adat atau keagamaan, hingga sebagai peringatan tanda bahaya. Kentongan juga digunakan untuk mengiringi beberapa kesenian rakyat. Salah satunya adalah pentas seni Kethoprak.
Pada zaman kerajaan, kentongan dibunyikan oleh para penguasa agar rakyatnya berkumpul di suatu tempat. Raja atau penguasa akan mengumumkan suatu hal yang penting dan harus diketahui rakyatnya. Zaman sebelum ada pengeras suara atau alat komunikasi elektronik, kentongan adalah tanda pengumpul massa. Kegiatan gotong-royong, upacara adat dan kegiatan sosial kemasyarakatan dimulai dengan ditandai pukulan kentongan.
Dari berbagai literasi menyebutkan, bahwa kentongan digunakan sejak zaman Majapahit, Demak, hingga Keraton Yogyakarta. Bahkan ada yang menyebut bahwa kentongan sudah digunakan sebelum tahun Masehi. Banyak bangsa-bangsa dari berbagai belahan dunia menggunakan alat ini sebagai sarana komunikasi. Perkembangan bentuk dan fungsi kentongan akhirnya sangat erat dengan perkembangan budaya bangsa itu sendiri. Literasi tentang sejarah kentongan dari masa ke masa memang terbatas. Namun yang jelas, pada zamannya, fungsi kentongan sangat vital sebagai alat komunikasi umum.
Pada era modern ini, alat komunikasi sudah sedemikian canggih. Namun, keberadaan kentongan terkadang masih digunakan, terutama di masyarakat pedesaan. Kendati tidak seperti dulu, beberapa warga masih ada yang menggantung kentongan di depan rumah mereka. Juga di balai kalurahan, atau padukuhan serta gardu-gardu ronda/Siskamling. Di beberapa daerah, kentongan dipasang di surau-surau atau masjid. Dibunyikan sebagai penanda sebelum adzan dikumandangkan untuk panggilan shalat berjamaah.
Di Kabupaten Gunungkidul, kentongan bukan suatu hal yang asing. Alat ini sangat umum ditemukan, terutama di pedesaan. Seperti pos ronda didekat rumahku. Ada sebuah kentongan yang tergantung di sana. Alat ini juga masih digunakan sebagai alat komunikasi warga. Menurut saya kentongan adalah alat ‘broadcast’ tradisional, karena ketika kentongan itu dibunyikan akan banyak warga yang mendengar bahkan pada radius yang cukup luas.
Malam itu, saya ngobrol dengan tetangga saya yang juga seorang Hansip bernama Pak De Ratman di gardu ronda. Sambil ‘wedangan’, kami membahas tentang simbol ketukan isyarat yang ditempel di dinding pos. Ternyata, kentongan memiliki fungsi penyampai komunikasi non verbal dan memiliki arti yang berbeda dalam setiap ketukannya.
“Membunyikan kentongan tidak boleh asal pukul. Karena masing masing irama mempunyai arti,” kata Pak De Ratman sambil menyulut rokoknya.
Memang biasanya, di pos ronda zaman dahulu tertempel gambar aturan ketukan dalam memukul kentongan yang memiliki ragam bunyi. Keras tidaknya pukulan, ritme serta jeda waktu antar ketukan adalah simbol dari suatu keadaan yang akan atau sedang terjadi. Berikut adalah arti dari tanda kentongan yang dibunyikan
Raja Pati/berita kematian
Kentongan akan dipukul satu kali berturut turut.
Ana maling/pandhung/ada pencuri
Kentongan dipukul dua kali berturut turut, setiap dua kali ketukan diberikan jeda dan dipukul secara berulang, sebagai tanda bahwa telah atau akan terjadi pencurian.
Omah kobong/kebakaran
Kentongan dipukul tiga kali berturut-turut dan diberi jeda pada setiap tiga kali ketukan.
Bencana
Kentongan dipukul empat kali berturut-turut dan berulang dengan jeda stiap empat kali ketukan.
Maling kewan/pencurian hewan
Kentongan dipukul lima kali berturut berulang dan dengan jeda pada setiap pengulangannya.
Dara muluk/situasi aman
Kentongan dipukul dengan satu kali pukulan awal diselingi jeda dan dilajutkan dengan tuju sampai sembilan kali pukulan kemudian diakhiri dengan satu kali pukulan penutup.
Gobyok/titir/ada bahaya
Kentongan dipukul dengan cepat dan berulang yang menandakan ada bahaya datang.
Malam hampir larut, saya mulai mendengar suara kentongan dari beberapa sudut desa.
“Suara kentongan itu namanya ketukan ‘dara muluk’ yang memiliki arti bahwa disekitar rumah pemukul kentongan situasinya aman,” terang Pak De lagi.
Selain penanda situasi aman, menurut saya suara itu memberi isyarat bahwa malam itu masih ada mata yang terjaga. Dalam arti masih ada warga yang mengamankan lingkungannya, entah dari rumah maupun pos ronda.
Kentongan memang sangat identik dengan gardu ronda sebagai pos Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling). Sistem keamanan lingkungan ini memang mempunyai peranan sangat penting untuk menjaga lingkungan masing-masing.
Saya berpikir, bahwa ronda adalah pertahanan terkuat dalam menjaga keamanan wilayah. Karena di sistem ini, warga sendiri yang mengamankan lingkungannya. Kentongan berperan sebagai alat komunikasi dalam mengamankan wilayah masing-masing. Meski saat ini, komunikasi sudah biasa dilakukan dengan gawai atau HT. Namun begitu, kentongan masih sering digunakan, karena praktis, simpel dan efektif. Dengan berbagai keunggulan dan sejarah yang melekat pada.masyarakat, sudah selayaknya alat tradisional ini terus untuk dilestarikan.