Budaya (rebowagen.com) – Topeng adalah sebuah karya seni yang dipakai untuk menutup wajah seseorang. Biasanya, topeng digunakan untuk upacara adat, pementasan kesenian tertentu atau menjadi sebuah simbol tentang suatu hal. Benda yang biasanya terbuat dari kayu atau logam ini adalah karya seni tua dalam peradaban panjang manusia.
Menjadi bagian penting dalam mitologi dan agama suku-suku sejak zaman pra-sejarah. Topeng dianggap mewakili berbagai sisi kehidupan yang menyimpan sesuatu hal bersifat magis dan suci. Hal ini karena topeng digunakan untuk ritual-ritual adat yang berkaitan dengan roh-roh leluhur. Banyak suku yang percaya bahwa topeng adalah representasi dari dewa-dewa yang mereka percayai.
Melansir dari Wikipedia, dijelaskan bahwa topeng adalah benda yang dipakai diatas wajah. Biasanya topeng dipakai untuk mengiringi pementasan kesenian daerah. Topeng disini berfungsi untuk menghormati sesembahan atau memperkuat watak atau karakter tokoh yang dipentaskan. Bentuk topeng bermacam-macam. Ada yang menggambarkan watak marah, watak lembut, bijaksana, lucu, atau yang lain. Topeng telah menjadi bentuk perwakilan ekspresi karakter paling tua yang telah diciptakan peradaban manusia. Pada masa sekarang, topeng dianggap sebagai sebuah karya seni adiluhung. Tidak sekedar hiasan, namun tersimpan cerita dan simbol-simbol yang mewakili maksut sang pembuatnya.
Monolog di teras rumah
Pagi itu saya niatkan untuk dolan ke tempat seorang sahabat lama. Supriyadi namanya, warga Padukuhan Bobung, Kalurahan Putat, Kapanewon Patuk, Gunungkidul. Biasanya saya memanggilnya Mas Supri, karena usianya memang terpaut lebih tua. Sudah sekian waktu saya tidak bertemu. Sengaja saya tidak mengabari dulu, dan ternyata saya memang harus menunggu cukup lama karena kebetulan Mas Supri sedang tidak di rumah. Mas Supri adalah salah seorang pengrajin topeng di Padukuhan Bobung.
Lumayan lama saya menunggu. Sambil mengisi waktu, saya berusaha ‘berdialog‘ dengan proses pembuatan topeng yang sedang dikerjakan Mas Supri. Di teras dan samping rumah ia gunakan untuk ‘workshop‘ sederhana. Tampak terpajang puluhan topeng berbagai karakter, baik yang sudah jadi, setengah jadi maupun masih berbentuk bahan.
Kayu yang sudah dipilih kemudian dipola dan dibentuk untuk menggambarkan tokoh tertentu sesuai kehendak sang ‘mranggi‘ (pengrajin) topeng. Sebutan ‘mranggi‘ sebetulnya mempunyai arti pembuat ‘warangka‘ keris. Tapi istilah ini saya pinjam untuk menyebut pengrajin topeng. Sang ‘mranggi‘ akan memahat kayu dengan ketrampilannya sesuai dengan ketokohan dan strata sosial karakter yang akan dihidupkan.
Karakter dalam topeng sangat beragam, bervariatif dan imajinatif. Kebudayaan kedaerahan menjadi warna dan pembeda karakter, bentuk, rupa, dan hias dalam seni topeng. Topeng yang berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta tentu akan berbeda dengan topeng Jawa Barat atau daerah Indonesia yang lain. Meskipun tokoh yang terpahat adalah tokoh yang sama.
Kesenian yang menggunakan topeng sebagai penutup wajah pelaku seninya adalah kebudayaan lama. Berbagai macam kesenian dengan topeng memiliki fungsi pertunjukan sampai spiritual. Salah satu kesenian yang menggunakan topeng misalnya Reog Dodog khas Kabupaten Gunungkidul. Seorang penari reog bertubuh tinggi kurus memakai pakaian khas dominan warna putih, akan mengenakan topeng berwarna putih berhidung panjang. Ia bernama Penthul atau Ki Bancak. Berpasangan dengan penari bertubuh pendek lagi gemuk yang memerankan tokoh bernama Beles atau Ki Doyok. Berbanding terbalik dengan Penthul, Ki Doyok mengenakan pakaian berwarna hitam yang dominan. Dua penari bertopeng ini memiliki peran sebagai “panakawan” dan juga sesepuh dalam kesenian Reog Dodog. Mereka seringkali bertugas mendoakan orang sakit, sampai permohonan turunnya hujan. Hal ini menegaskan bahwa fungsi topeng dapat digunakan sebagai sarana spiritual.
Seni topeng hampir memiliki kesamaan dengan wayang kulit dalam rupa atau ‘wanda‘-nya. Misalnya adalah tatahan di bagian mata topeng klasik yang mengambil pokok cerita dari babad Panji. Bentuk matanya bernama ‘thelengan‘, ‘liyepan‘, ‘gabahan‘, ‘kedelen‘, ‘rembes‘, ‘liyer‘ atau ‘plolonan‘. Bentuk mulutnya antara lain ‘gusen‘, ‘mesem‘, ‘mecucu‘, dan ‘mrenges‘. Bentuk hidungnya ‘canthik palwa‘, ‘penthul‘, ‘mbangir‘, ‘nyanthuk‘, dan ‘paggotan‘. Bentuk kumisnya adalah ‘njenthir‘, ‘tipis‘, dan ‘mbapang’. Dari nama di atas jika dipadukan akan membentuk rupa atau “wanda topeng” (karakter tokoh) tertentu.
Saat ini, topeng tidak melulu sebagai aset di dunia seni pertunjukan saja. Topeng juga sering berfungsi sebagai souvenir antar kolega dan kerabat. Bahkan souvenir untuk kepala negara. Atau sekedar oleh-oleh khas suatu kota dan tempat wisata.
Sejarah desa wisata Bobung sebagai sentra pembuat topeng
“Pun suwe mas? (sudah lama mas?),” sapaan Mas Supri mengagetkan pikiran saya yang sedang asik mengembara. Setelah berbasa-basi sebentar saling menanyakan kabar, kami kemudian ngobrol banyak tentang seni topeng yang sempat membesarkan nama Padukuhan Bobung sampai skala nasional.
“Sekarang keadaanya sepi, apalagi Pandemi. Kalau dulu rumah ini penuh dengan topeng. Pesanan sampai antri,” kata Mas Supri.
Padukuhan Bobung beberapa waktu lalu memang pernah menjadi sentra kerajinan topeng. Menurut cerita Mas Supri, hampir semua warga Padukuhan Bobung menjadi pengrajin topeng. Apalagi saat wilayah tersebut ditetapkan sebagai desa wisata. Fasilitas dari program pemerintah sangat mendukung berkembangnya Bobung menjadi desa wisata. Roda perekonomian masyarakat meningkat luar biasa. Bahkan, dulu pengrajin topeng Padukuhan Bobung sampai kewalahan melayani pesanan. Sehingga untuk memenuhi pesanan akhirnya banyak warga diluar Bobung ikut menekuni profesi ini.
“Para pengrajin sekarang banyak yang berganti profesi membuka usaha baru. Ada yang beternak bebek, ayam petelur atau kuliner. Ada pengrajin yang masih mengolah kayu, tapi bukan bentuk topeng, berganti cinderamata yang lain, contohnya mainan dari kayu miniatur kendaraan, dan yang lain. Saya sendiri sekarang beternak ayam potong,” imbuh Mas Supri sambil tertawa.
Meski sekarang sepi, namun masa kejayaan topeng Bobung masih membekas hingga saat ini. Obrolan kami kemudian berlanjut tentang asal muasal Bobung menjadi sentra kerajinan topeng. Menurut Mas Supri ternyata pertama kali yang membuat topeng adalah warga Padukuhan Batur. Padukuhan ini letaknya lebih ke atas dari Bobung.
“Menurut cerita, orang yang pertama kali membuat topeng bernama Mbah Warno. Beliau adalah warga Padukuhan Batur, letaknya sebelah atas sana,”
cerita Mas Supri.
Dulu, membuat topeng adalah suatu hal yang sakral. Saat Mbah Marno membuat topeng, ia bekerja sendiri dan dalam ruangan khusus. Ketika memulai menggarap juga didasari dengan ‘laku tirakat‘.
“Katanya dulu Mbah Marno mendapat pesanan topeng Bancak dan Doyok dari keraton,” lanjut Mas Supri.
Nampaknya pesanan ini bukan untuk souvenir kenang kenangan atau sekedar untuk pajangan. Sehingga menurut cerita, Mbah Warno membuatnya dengan sarana dan tatacara upacara demi khusyuknya. Beliau menatah topeng-topeng itu di kamar khusus atau sering disebut “senthong“. Sebuah kamar yang hening dan sunyi. Ini untuk menjaga fokus agar topeng buatannya menjadi topeng yang sempurna.
Mbah Warno juga masih merahasiakan tatacara pembuatan topeng. Orang lain tidak ada yang boleh melihat beliau membuat topeng kecuali anggota keluarganya.
Suatu waktu Mbah Warno menikahkan putrinya dengan pria asal Padukuhan Bobung. Namanya Mbah Wagiyo. Menantunya ini kemudian tinggal serumah dengan Mbah Warno, sehingga lama-lama ia diperbolehkan melihat proses pembuatan topeng.
“lha namanya tinggal satu atap, Mbah Wagiyo setiap saat melihat aktivitas bapak mertuanya. Akhirnya sekalian Mbah Wagiyo diajari membuat topeng” Mas Supri melanjutkan ceritanya.
Setelah Mbah Warno meninggal, akhirnya Mbah Wagiyo yang telah bermukim di Padukuhan Batur mewarisi keahlian mertuanya. Saat itu tinggallah Mbah Wagiyo menjadi satu satunya pembuat topeng. Beda dengan mertuanya, Mbah Wagiyo lebih terbuka dengan ketrampilannya. Ia berpikir bahwa keahlian ini harus ditularkan kepada warga lain yang berminat. Ketika suatu saat nanti ia meninggal, harus ada yang meneruskan profesi ini.
Pada suatu saat, lima orang dari Padukuhan Bobung pergi ke Padukuhan Batur. Niat mereka ‘nyantrik‘ belajar tata cara dan tahapan membuat topeng dari Mbah Wagiyo. Dari lima orang ini, akhirnya ketrampilan membuat topeng bisa meluas ke banyak warga Padukuhan Bobung.
Desa Wisata Bobung sentra pembuat topeng di Gunungkidul
Seiring booming wisata Kabupaten Gunungkidul, banyak desa yang ikut merasakan gula-gulanya. Trend wisata yang berkembang tidak sebatas destinasi pantai, membuat desa-desa di Gunungkidul berlomba-lomba mengangkat potensinya masing-masing. Tak terkecuali Bobung, produk kerajinan topeng dan kerajinan berbahan kayu menjadi andalan produk desa wisatanya.
Mas Supri termasuk salah seorang pelaku usaha kerajinan yang sempat berjaya. Membawa branding ‘Supri Sungging’ ia menjalankan bisnis ini bersama keluarganya. Masing-masing telah memiliki tugas. Adiknya yang bernama Giyanto bertugas membuat pola dan menatah. Sedangkan Mas Supri lebih banyak mengecat dan mewarnai topeng hasil kreativitas mereka. Tak hanya topeng kelas saja, bermacam patung Jawa seperti ‘Loro blonyo‘ hingga patung khas Suku Asmat diproduksi. ‘Supri Sungging’ juga memproduksi peralatan makan dari kayu, hingga mainan anak seperti ‘yoyo‘ dan ‘othok-othok‘. Teknik ‘sungging’ dan sistem pewarnaan ‘canting‘ digunakan untuk menghidupkan karakter “wandha” topeng dan kerajinannya.
“Meski kerajinan topeng berasal dari Batur, namun dalam perkembangannya, Bobung yang lebih popular. Karena kalau mau ke Batur ya harus lewat sini. Di sini juga tidak terlalu jauh dari jalan utama Wonosari-Jogja. Jadi akses kendaraan akan lebih cepat kesini daripada ke Batur”
tutur Mas Supri.
Pada masa kejayaannya, pemasaran topeng Bobung sampai ke luar negeri. Pameran ‘craft‘ yang diselenggarakan oleh dinas selalu menyertakan hasil produksi topeng Bobung. Kerajinan topeng benar-benar bisa mengangkat ekonomi warga Bobung. Sebelum Pandemi, Mas Supri sampai lupa berapa kali ‘Supri Sungging‘ ikut memamerkan kreativitasnya di PRJ (Pekan Raya Jakarta).
Desa wisata Bobung dengan topengnya memang sudah sangat terkenal. Tapi mungkin belum banyak yang tahu, bahwa keahlian membuat topeng ini berasal dari satu orang bernama Mbah Warno, seorang warga Padukuhan Batur.