Lingkungan(rebowagen.com)– Mau tidak mau kita harus mengakui bahwa bumi tempat kita hidup saat ini sedang tidak baik-baik saja. Berbagai bencana alam sangat sering terjadi di banyak negara. Banjir, longsor, angin kencang, kekeringan gelombang panas sampai krisis pangan sebagai akibat dari bencana. Berbagai fenomena alam ini dikaitkan dengan cuaca ekstrim pengaruh dari perubahan iklim dunia akibat efek rumah kaca.
Kita menyebutnya sebagai bencana hidrometeorologi. Sebuah keadaan bencana alam akibat runtutan permasalahan lingkungan secara global. Efek rumah kaca, perubahan iklim dan cuaca ekstrim, tiga hal ini memang saling terkait dan erat hubungan sebab akibat. Namun sebenarnya, tidak bisa dipungkiri bahwa penyebab utama dari ketidakseimbangan alam adalah ulah kita sebagai manusia.
Eksploitasi alam berlebihan tanpa upaya reklamasi yang serius, deforestasi hutan, pencemaran dan berbagai aktivitas ekonomi dan konsumtif manusia, sisi negatifnya sangat destruktif terhadap alam. Dengan banyaknya komponen keseimbangan yang hilang, maka siklus alam menjadi timpang dan terjadilah fenomena-fenomena bencana yang kita sebut sebagai ‘bencana alam‘. Merujuk rangkaian kalimat ini, maka artinya alam sebagai subyek, dan manusia sebagai obyek (korban). Dan sifat kita sebagai manusia memang tidak pernah salah, meski sebenarnya, akan sangat tepat jika fenomena ini disebut sebagai ‘bencana manusia‘.
Bencana di Gunungkidul
Salah satu bencana yang saat ini sering terjadi di Gunungkidul adalah tanah longsor. Bencana ini selalu dibarengi dengan banjir ketika hujan turun dengan intensitas tinggi. Puluhan kejadian tanah longsor telah dilaporkan terjadi di awal musim penghujan tahun ini. Bahkan, kejadian longsornya Bukit Lolosan di Padukuhan Blembem, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semin, Gunungkidul yang terjadi pada Sabtu (19/11/2022) kemarin menimbun 4 rumah warga, hewan ternak dan dua orang hilang terkubur.
Kawasan Batur Agung Utara wilayah Gunungkidul memang daerah yang paling rawan terjadi bencana longsor. Karakter topografi tanah dan batuan penyusunnya memang mempunyai potensi besar terhadap bencana ini. Meski juga dilaporkan, beberapa titik di zona selatan Gunungkidul juga terjadi longsoran. Fenomena longsor ini memang sudah ada sejak dari dulu, tapi, jika kita perhatikan, intensitasnya semakin tahun semakin meningkat dan wilayahnya tambah meluas.
Longsor biasanya diawali dengan banjir. Wilayah pemukiman di sepanjang aliran Sungai Oya dan anak-anak sungai Oya saat ini menjadi wilayah langganan banjir. Hujan yang mengguyur wilayah Gunungkidul pada Jumat (18/11/2022) lalu, menyebabkan sungai Oya meluap. Ratusan rumah warga terendam dan terpaksa mereka harus mengungsi. Tercatat juga beberapa jembatan penghubung antar wilayah rusak.
Ribuan warga terdampak langsung, belum dihitung kerugian lahan-lahan pertanian yang ikut terendam. Ironis memang, Gunungkidul yang sejak dulu terkenal sebagai daerah tandus dan kekeringan, saat ini ketika hujan turun maka banjir akan begitu gampang melanda. Hal ini seharusnya menjadi perhatian kita, di manakah yang salah dengan keadaan ini. Badai Cempaka tahun 2017 yang merendam sebagian wilayah Gunungkidul sebetulnya sudah cukup menjadi semacam ‘warning’ untuk kita koreksi kembali sikap arif kita terhadap alam dan lingkungan masing-masing.
Definisi tanah longsor
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendefinisikan tanah longsor sebagai salah satu jenis gerakan massa tanah maupun batuan, atau campuran dari keduanya. Massa campuran ini bergerak menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.
Dari laman BPBD DIY menulis, bahwa tanah longsor bisa terjadi ketika air yang masuk ke dalam tanah membuat bobot tanah bertambah. Kemudian air sampai pada bidang gelincir, sehingga tanah mudah bergerak kebawah atau keluar lereng. Longsor akan segera terjadi jika gaya gerak tanah/pendorong pada lereng lebih besar dari gaya penahannya. Gaya penahan biasanya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedang gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.
Melansir artikel tirto.id, tentang bencana longsor, menulis bahwa tanah longsor sangat berpotensi terjadi di musim penghujan. Dimana air hujan yang meresap ke dalam tanah menyebabkan kandungan air dalam tanah sampai pada titik jenuh. Air yang terakumulasi di dasar lereng memicu gerakan ‘lateral‘ sehingga mudah bergerak menuruni lereng.
Dalam artikel ini juga ditulis bahwa semua keadaan itu akan berbeda jika pada lereng banyak terdapat tanaman/vegetasi yang mempunyai fungsi konservasi tanah. Akar dari pohon-pohon yang tepat akan mempunyai manfaat mengikat tanah, sehingga tanah tidak gampang bergerak, sehingga gaya penahannya bertambah dan otomatis meminimalisir kejadian longsor.
Ciri-ciri daerah rawan longsor
Sebagai salah satu bentuk mitigasi tanah longsor dalam hal jatuhnya korban baik materi maupun nyawa, kita perlu tahu ciri-ciri daerah atau kawasan yang rawan terhadap bencana longsor. Sehingga, kita tidak akan sembarangan mendirikan rumah atau bangunan yang bisa menjadi pemicu sekaligus mengurangi resiko kerugian jika bencana terjadi. Masih dari artikel tirto.id, berikut ciri-ciri kawasan rawan longsor
- Umumnya, tanah longsor terjadi di daerah perbukitan, atau lereng gunung yang mempunyai kemiringan 20 derajat atau lebih
- Lapisan tanah di bagian atas lereng tebal
- Lahan gundul, tidak ada pepohonan sehingga tanah bagian lereng terbuka
- Terdapat retakan tanah di atas bagian lereng atau tebing
- Sistem aliran air yang buruk di bagian lereng
- Ada mata air atau rembesan di bagian lereng, dengan didahului longsoran-longsoran kecil tanah
- Adanya bangunan yang berada di atas tebing/lereng sehingga beban tanah menjadi semakin bertambah.
Jenis-jenis tanah longsor
Para ahli telah mengelompokkan jenis jenis tanah longsor menurut proses terjadinya dan keadaan geografis lokasi tanah longsor. Ada 6 jenis tanah longsor yang sering terjadi, yaitu
- Longsoran Translasi; yakni merupakan gerakan massa tanah dan batuan di tebing dengan bidang gelincir rata atau bergelombang landai
- Longsoran Rotasi; merupakan getakan massa tanah dan batuan pada bidang gelincir cekung
- Pergerakan Blok (longsoran translasi blok batu); perpindahan batuan pada bidang gelincir rata atau lurus
- Runtuhan batu; runtuhan batuan atau material lainnya ke bawah dengan jatuh bebas (biasanya terjadi pada lereng terjal, seperti tebing kawasan pantai)
- Rayapan tanah; jenis tanah longsor yang lamban bergerak dalam proses yang lama. Hal ini dapat diamati dari pohon atau rumah yang mulai miring dan retak-retak perlahan ke arah bawah
- Aliran bahan rombakan; massa tanah bergerak terdorong oleh air. Kecepatan longsor dipengaruhi oleh volume air, tekanan air, dan seberapa miring lerengnya.
Cara mengurangi resiko tanah longsor
Tanah longsor dapat dicegah dengan beberapa hal yang bisa kita lakukan. Ini adalah bentuk mitigasi bencana longsor yang sangat berkaitan dengan bagaimana kita memanfaatkan alam tapi dengan kearifan untuk menjaganya. Beberapa hal itu adalah,
- Tidak membangun rumah/vila/tempat usaha di lereng-lereng tebing/gunung, yang mengakibatkan beban tanah akan bertambah berat
- Tidak membuat kolam/sawah di lereng sehingga air akan mudah meresap dan membuat retakan tanah di lereng
- Tidak membuat rumah di bawah lereng/tebing untuk menghindari korban jika terjadi longsor
- Tidak menebang pohon secara membabi-buta di daerah lereng, mengingat fungsi akar pohon adalah mengikat tanah
- Konservasi/reboisasi lahan-lahan gundul di daerah lereng agar tanah tidak gampang erosi saat terjadi hujan
- Membuat terasering atau sistem tanah bertingkat di lereng jika harus menanam padi/komoditas pertanian. Sistem terasering akan memperlambat aliran air hujan yang mengalir ke bawah.
Melansir dari artikel ilmugeografi.com, tanah longsor dapat terjadi karena ada faktor pendorong dan pemicu. Faktor pendorong adalah faktor yang mempengaruhi kondisi material, sedang faktor pemicu adalah faktor yang membuat bergeraknya material tersebut. Untuk faktor penyebab tanah longsor, dalam artikel ini disebutkan ada dua hal, yakni faktor alam dan faktor manusia.
Kedua faktor ini kadang saling ada kaitannya, beberapa contohnya adalah, tanah longsor dapat terjadi ketika hujan turun dengan intensitas tinggi dan durasi lama, sedangkan sistem keseimbangan alami telah mengalami ketimpangan akibat aktivitas manusia. Misal penggundulan hutan, alih fungsi lahan, bangunan rumah yang tidak tepat lokasi, sistem pertanian yang tidak memperhatikan aspek lingkungan, sistem drainase air yang asal, serta secara umum menurunnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan masing-masing. Tanah longsor juga dapat terjadi ketika dipicu oleh gempa bumi atau gunung meletus yang menyebabkan pergeseran tanah secara masif.
Tanda-tanda akan terjadi longsor
Tanah longsor memang sering terjadi secara tiba-tiba. Namun sebetulnya, ada beberapa tanda yang bisa diperhatikan sebelum bencana itu terjadi. Hal ini menjadi penting kita ketahui agar kerugian yang ditimbulkan, terutama nyawa manusia dapat diminimalisir. Berikut tanda tanda umum yang biasanya muncul sebelum longsor terjadi
- Adanya retakan tanah yang berada di lereng. Posisi retakan sejajar dengan arah tebing (biasanya terjadi setelah turun hujan dengan intensitas tinggi)
- Munculnya beberapa mata air baru pada titik-titik tertentu dimana sebelumnya tidak ada mata air yang muncul
- Bagian rumah seperti pintu atau jendela sulit dibuka karena ada pergeseran tanah pondasi
- Tebing kelihatan tidak kokoh lagi seperti sebelumnya, ada beberapa material kecil batu atau tanah yang mulai berjatuhan
- Tanaman atau tiang listrik yang mulai kelihatan miring
- Halaman pekarangan atau lantai rumah yang tiba-tiba ambles ke bawah
- Runtuhnya bagian tanah dalam jumlah tidak sedikit secara tiba-tiba
- Tiba-tiba terdapat retakan-retakan pada dinding rumah
- Kondisi air yang tiba-tiba menjadi keruh dan tidak jernih, akibat daya resap tanah yang tidak lagi sempurna.
Banyak dari kita mengatakan, bahwa bencana yang terjadi memang sudah takdir dan kehendakNya, namun sangat tidak bijaksana ketika pengertian itu membuat kita tidak mau instropeksi diri. Sebagai makhluk Tuhan yang ditugaskan menjadi khalifah di muka bumi, kita harus menilik kembali apa yang telah kita perbuat terhadap alam. Ego bahwa kita selalu benar dan alam hanya sekedar obyek harus kita tinjau kembali. Pada titik ini, ada sebuah nasehat yang sangat relevan untuk kita renungkan,
“Bahwa alam mampu mencukupi kebutuhan semua manusia, tapi alam tidak akan mampu memenuhi nafsu keserakahan segelintir manusia”.