Trend(rebowagen.com) Belakangan ini kawula muda khususnya di pesisir selatan Gunungkidul “demam ngonten” dengan background tebing hijau di ruas Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS). Menjamurnya postingan baik foto maupun video di media sosial, membuat penasaran banyak orang. Tidak dipungkiri memang, jalan beraspal yang lebar dan diapit tebing tinggi berwarna hijau itu menghasilkan harmoni indah dalam frame foto maupun video.
Namun di balik keindahannya, tentu belum banyak yang tahu, warna hijau itu disebabkan oleh apa. Dan ternyata, hal tersebut bukan dimaksudkan bukan hanya sekedar untuk berfoto ria, akan tetapi benda yang melekat pada tebing-tebing tersebut memiliki fungsi yang tidak kalah penting.
Didorong oleh rasa penasaran, Saya pun meluangkan waktu mengunjungi salah satu titik dimana tebing berwarna hijau mengapit jalan JJLS di wilayah Kapanewon Tepus. Suasana tidak begitu ramai sebagaimana yang saya lihat di media-media sosial. Mungkin tempat ini bukan menjadi spot favorit tebing hijau bagi para remaja dalam membuat konten, atau mungkin saya datang tidak di waktu yang tepat.
Meski begitu ada beberapa orang remaja yang sedang ber-swafoto di sekitar area tebing. Diantaranya dua remaja asal Saptosari, Devi dan Mirta, keduanya mengaku datang ketempat ini setelah melihat postingan di media sosial TikTok.
“Saya baru pertama kali, kalau Mirta sudah dua kali kesini” ucap Devi
Saat saya tanya seputar tebing hijau tersebut mereka mengaku tidak tahu. Keduanya datang untuk sekedar membuat konten dan akan diupload di sosial media miliknya.
“Nggak tahu sih, kalau tebingnya, soalnya memang datang untuk bikin konten medsos saja” Jelas Mirta
Saya kemudian berjalan sambil memperhatikan tebing setinggi kurang lebih 30 meter dengan tanaman rambat hijau dan jaring-jaring di lapisan dalamnya.
Di ujung tebing terlihat seorang pria bersepatu boot sedang menarik sebuah selang. Rupanya ia sedang menyirami tanaman dengan cara disemprotkan ke atas. Pria itu bernama Purwanto, ia merupakan petugas yang bertanggung jawab merawat tebing hijau ini.
Purwanto menjelaskan tebing yang dibungkus sehingga nampak hijau itu bukan sekedar untuk urusan estetika semata. Akan tetapi ada alasan lain yang bersinggungan dengan keamanan dan kelestarian tebing
“Fungsi utamanya bukan untuk background foto, tapi untuk menahan erosi dan longsor”,
kata Purwanto
Purwanto juga menjelaskan, material yang melekat merupakan jaring bernama Geomat, sedangkan tanaman hijau yang merambat merupakan tanaman benguk. Menurut Purwanto saat ini ada sekitar 5 tebing yang dipasang Geomat di ruas JJLS dimana tiga diantaranya menjadi tanggung jawabnya dalam perawatan.
“Untuk awal-awal perawatannya cukup disiram mas, sama mengganti tanaman jika ada yang mati” Jelasnya.
Penjelasan Purwanto membuat saya ingin mencari tau lebih dalam tentang Geomat tersebut. Dari beberapa jurnal yang ada, Geomat merupakan material geosintetik untuk konservasi tanah yang berfungsi untuk mengendalikan erosi dan melindungi lereng perbukitan.
Proses erosi yang terjadi karena air atau angin tidak bisa dihentikan secara langsung oleh manusia. Namun bisa di cegah dengan cara memperbanyak tumbuhan atau vegetasi. Namun menumbuhkan vegetasi atau rumput di lereng tidak selalu mudah dilakukan, apalagi karena sifat tanah yang tidak subur di lereng. Bisa juga karena curah hujan yang sedikit atau sangat deras di daerah itu, sehingga proses vegetasi selalu gagal, Sehingga muncul alternatif teknologi bernama Geomat ini.
Geomat dikatakan mampu menjaga dan menahan tanah serta benih tanaman yang telah dimasukkan ke dalamnya. Geomat ini digunakan untuk menstabilkan permukaan tanah pada awal pembentukan lereng dan juga membantu tanaman tumbuh dan berkembang, setelah tanaman tumbuh material ini akan menjadi perkuatan yang kokoh untuk sistem perakaran dari tumbuhan sehingga mengurangi potensi erosi atau longsor.
Geomat umumnya digunakan untuk perlindungan tebing jalan, penutup rumput, serta lereng perbukitan. Perlindungan lereng dengan Geomat dianggap lebih hemat biaya dibandingkan dengan lereng beton.
Tanaman merambat, berjuta manfaat
Lalu, kenapa jenis tanaman benguk yang dipilih? Benguk (Mucuna pruriens) atau sering disebut kara benguk atau kacang babi, adalah tanaman merambat yang bisa tumbuh hingga 6 meter. Di daerah Gunungkidul, kara benguk sering ditanam pada lahan-lahan kritis yang tidak bisa ditanami padi atau palawija. Daun serta polong muda benguk dapat dikonsumsi dengan cara direbus. Sementara biji yang sudah tua, biasanya diolah oleh warga untuk dijadikan tempe, sebagai salah satu alternatif selain tempe kedelai.
Kara benguk kaya akan protein, karbohidrat, lemak, serat, mineral asam amino dan abu. Kandungan ‘izplavon‘ seperti ‘daidzin‘, ‘geniafein‘ dan ‘glycitein‘ (senyawa anti oksidan pada kedelai) juga terkandung dalam kara benguk. Fakta menunjukkan, kandungan daidzin dan genystein pada kara benguk lebih tinggi dibanding pada kedelai (Koro Benguk kaya manfaat dalam bidang pangan dan farmasi, sumber: litbang.pertanian.go.id 2017)
Masih melansir dari artikel di atas, berdasar berbagai penelitian, daun dan biji koro benguk mengandung senyawa yang berperan sebagai anti kanker, anti virus, anti mikroba, neuropropektif, anti inflamasi, anti oksidan, serta untuk perawatan kulit. Kara/koro benguk mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan dalam bidang pangan dan farmasi.
Ishak Juarsah dalam sebuah jurnal penelitian yang berjudul ‘Peningkatan Kualitas Lahan Dengan Tanaman Koro Benguk Sebagai Penghasil Bahan Organik‘ menyebut, bahwa salah satu keistimewaan kara benguk adalah mampu tumbuh dan toleran pada keadaan cekaman abiotik lahan seperti kekeringan, kemasaman maupun defisiensi unsur hara. Akan tetapi tanaman ini memang tidak bisa tumbuh baik pada daerah dingin dan basah.
“Penurunan produktivitas tanah akan lebih cepat terjadi pada tanah-tanah marginal bermasalah. Hambatan fisik yang sering dihadapi adalah daya memegang air yang rendah, peka terhadap erosi dan drainase, serta kandungan kimia yang tinggi. Kara benguk mampu tumbuh pada situasi lahan seperti ini, guguran daunnya akan sedikit demi sedikit menjadi perintis unsur hara, sementara akarnya berfungsi mengikat tanah,”
kata Ishak Juarsah
Pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) desainnya memang harus membelah, menguruk, atau meratakan bukit kapur di Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK), termasuk di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Dengan maksud pengembangan dan peningkatan ekonomi, program pembangunan sudah barang tentu memang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Namun, tidak dapat dipungkiri, ada dampak negatifnya terhadap alam. Bukit kapur yang terbelah atau diratakan akan sangat rentan terhadap proses pelapukan kimiawi, yakni pelapukan batuan kapur akibat suhu tinggi, serta pengaruh zat asam arang (CaCO2) yang dapat melarutkan zat kapur pada pegunungan kapur.
Kara/koro benguk, sejak dulu sangat lazim ditanam warga Pegunungan Seribu di bukit-bukit wilayah selatan Gunungkidul yang terkenal kering. Tanaman ‘ndesa‘ yang ternyata mempunyai manfaat dan fungsi yang beragam. Pemanfaatan jenis tanaman ini sebagai pencegahan erosi tebing jalan adalah langkah yang tepat. Melindungi bukit kapur yang sudah terlanjur terbelah dan terbuka tentu membutuhkan solusi alternatif yang ramah lingkungan. Dan ‘benguk‘ adalah jawaban yang tepat dibanding pengecoran permanen dengan material semen. Tanaman benguk adalah solusi mitigasi yang bersifat hayat (hidup), murah, banyak manfaat dan yang paling penting, semakin lama jasa ekologi tanaman akan semakin kuat dan mapan. Beda dengan pengecoran permanen semen, pada rentang waktu tertentu akan rusak dimakan usia.