Tepus(rebowagen.com)– Hari menjelang siang saat saya sampai dibawah sebuah gerbang dengan tulisan Ponpes Ainul Yaqin, Belajar, Therapy, Ibadah, Bekerja, Berkeluarga dan Bermasyarakat. Pemandangan tampak adem dan asri dengan berbagai pohon pohon rindang yang diatur sedemikian rupa. Seorang penjaga menyambut saya dengan ramah, setelah basa basi sebentar dan mengutarakan maksud kunjungan, saya kemudian dipersilahkan untuk masuk dan menunggu di sebuah gazebo.
Saat menunggu itulah, saya melihat beberapa anak dengan tingkah tak biasa. Ada yang berteriak teriak, tertawa-tawa atau seakan berbicara dengan seseorang, padahal disampingnya tidak ada siapapun. Beberapa anak terlihat diam mematung melihat sesuatu yang seakan sangat menarik perhatiannya. Anak yang lain bergumam seakan meracau yang tidak jelas artinya, disebuah sudut juga tampak rombongan anak yang sedang bermain bersama.

Beberapa dari mereka menghampiri gazebo tempat saya menunggu. Agak kikuk juga saat mereka mendekat, bingung bagaimana saya harus menyapa, dan ternyata mereka hanya ingin bersalaman dan mengucapkan salam yang terbata-bata. Sejenak saya akhirnya bisa menyesuaikan diri dan bisa sedikit berkomunikasi dengan mereka.
“Anak-anak, ayo masuk ke dalam, itu ditunggu ibu guru lho..” suara seorang laki laki membuat perhatian anak anak yang mengerubuti saya menjadi berpaling. Mereka kemudian setengah berlari sambil tertawa tawa masuk dalam sebuah ruangan.
“Maaf mas, harus menunggu, sekarang waktunya anak anak jam istirahat..” kata lelaki itu ramah sambil duduk di gazebo. Ia adalah Muhidin Isa Almatin, atau sering dipanggil Abi Guru Isma. Pendiri sekaligus pengasuh Ponpes Ainul Yaqin.
Hingga pada tahun 2007 dirinya mulai mendirikan rumah terapi anak berkebutuhan khusus dengan sistem bimbingan selama beberapa jam setiap harinya. Dan itu berjalan selama kurang lebih dua tahun.
Dari sana ternyata banyak orang tua yang merasa kurang puas dengan bimbingan yang dilakukan selama sejam dua jam tersebut, karena mereka merasa ketika ditempat therapi anak mereka baik, namun sampai dirumah kembali lagi seperti semula.
“Karena beberapa hal, pada 2009 kami mulai merubah sistem bimbingan dan therapi menjadi 8 jam sehari layaknya sekolahan. sehingga selain therapi, anak anak juga mendapatkan pembelajaran lain,” lanjut Abi Guru.
Hal tersebut berjalan selama beberapa tahun. Hingga semakin banyak orang yang tahu dan ingin menitipkan anak-anak mereka di tempat sekolahan Abi Guru Isma. Muridnya yang tadinya belasan, mulai meningkat menjadi puluhan murid, yang rata rata berkebutuhan khusus.
Setelah santrinya semakin banyak, Abi Guru Isma berinisiatif mendirikan pemukiman, atau pondok pesantren. Sebagai jawaban juga, agar para santri yang berasal dari luar kota Yogya bisa tinggal dan mondok disana.
“Ngga mungkin juga to, kalau orang tua setiap hari bolak balik antar jemput anaknya. Apalagi yang rumahnya diluar DIY,” jelasnya.
Maka dari itu pada tahun 2012 Abi Guru menyewa sebuah gedung di daerah Nitikan, Yogyakarta untuk dijadikan pondok pesantren. Disinilah dirinya lebih mendalami lagi tentang sifat dan macam-macam karakter anak berkebutuhan khusus, karena selama 24 jam bisa memantau dan membersamai mereka.
Dari sini juga mulai muncul banyak konflik, karena saat itu dirinya yang baru dibantu beberapa tenaga pendidik harus mengasuh, mengurus makan dan memandikan anak-anak. Selain itu karena letak ponpes dekat dengan pemukiman warga, membuat dirinya sering berkonflik dengan warga sekitar.
“Disana dulu, sering ada anak yang lari masuk rumah orang, merusak, ya akhirnya kita dipanggil, dimarahi. Waktunya sholat anak-anak mengganggu jamaah yang lain kita dimarahi dan banyak lagi,” jelas Abi Guru sambil tertawa mengingat kejadian sepuluh tahun silam.

Hingga akhirnya setelah beberapa kali berpindah-pindah tempat, pada tahun 2017, dapatlah tempat yang dirasa pas. Tempat dengan luas 3.800 meter persegi itu berada di perbukitan Gunung Sempu, Kalurahan Sumberwungu, Kapanewon Tepus, Gunungkidul.
Usai sholat Dzuhur, Abi Guru kembali bercerita bahwa sejak dibangun hingga pertengahan tahun 2022 ini sudah banyak sekali peningkatan di pondok Ainul Yaqin.
“Alhamdulillah, lahan kami sekarang ada sekitar 13 Hektar, meskipun belum semuanya bisa terbangun”.
“Jumlah total santri saat ini ada 160 santri, dimana 70% adalah ODGJ dan Anak Berkebutuhan Khusus sedangkan 30% sisanya santri umum atau mandiri,” terang ia lagi.
Untuk tenaga pendidik, lanjutnya direkrut dari warga sekitar. Dalam waktu 1 x 24 jam ada sekitar 50an pendidik yang bertugas secara giliran, sehingga selalu ada yang mengawasi dan mengurus anak-anak.
Selain ditempatkan di pondok pesantren terpadu ini, beberapa santri juga ada yang ditempatkan di perumahan khusus ODGJ dan ABK, yang lokasinya tidak jauh dari pondok pesantren.
“Ada sekitar 10 rumah yang sudah dihuni di sana, dan akan terus dikembangkan. Karena memang salah satu visi kami adalah mendidik santri untuk bekerja dan berkeluarga sebagaimana masyarakat pada umumnya,” kata Abi Guru sambil mengajak kami menuju salah satu pemukiman ODGJ.
Ia menjelaskan bahwa mayoritas penduduk di perumahan ini adalah mereka yang sudah bertahun-tahun mondok, dan dirasa sudah layak untuk belajar bermasyarakat, meskipun penghuninya pun khusus santri ODGJ dan ABK.

Selain itu, ada gedung yang masih tahap pembangunan namun sudah mulai diisi santri. Dimana gedung baru ini di khususkan untuk santri ODGJ dewasa dan penyintas Napza.
“Yang gedung baru itu untuk para korban penyalah-gunaan narkoba, banyak dari mereka mereka yang dulunya tinggal di jalan,” Jelas Abi Guru.
Terkait biaya operasional pondok, Abi Guru Isma menggunakan biaya SPP santri yang mampu, sedangkan santri yang tidak mampu akan dicarikan donatur dari pihak ketiga.
Terkait metode penerimaan santri di Ponpes Ainul Yaqin, Abi Guru menjelaskan bahwa pertama akan dilakukan assessment observasi kepada para pendaftar. “Assesment ini untuk mengetahui kemampuan akademik, life skill dan responbility calon santri,” jelasnya.
Setelah observasi, baru ditentukan apakah anak itu termasuk dalam kategori serba bantu, arahan bantu, atau santri mandiri. Nah dari tipe tersebut nantinya juga akan terlihat kurikulum atau metode yang akan diterapkan terhadap masing-masing santri, sehingga akan terlihat pula output atau perkiraan waktu santri tersebut akan lulus.

“Targetnya beda-beda, ada yang ketika perilakunya udah bagus diambil bawa pulang, ada yang bicaranya bagus bawa pulang, jadi tergantung pada wali santri menginginkan target sejauh apa,”
jelasnya lagi.
Sambil berkeliling, Abi Guru Isma mengatakan saat ini sudah ada sekitar 500 pendaftar yang mengantri untuk memondokkan anak-anak mereka di Ainul Yaqin. Namun karena keterbatasan tempat, fasilitas serta SDM pihaknya belum bisa untuk segera membuka penerimaan santri baru.
Usai sholat Ashar, kami pun berpamitan. Abi Guru Isma mengantarkan kami hingga ke depan gerbang sambil menggendong Santri Berkebutuhan Khusus yang usianya belum genap 5 tahun. Terlihat juga para santri yang berada disana melambaikan tangan kearah kami.
Bisa kah anak saya mondok di Ainul Yaqin
Umur nya sdh 23 thn anak saya cerebal palsi
Tidak bisa jalan dan ngomong
Kalau bisa dipondok berapa biaya nya perbulan