Seni Budaya(rebowagen.com) — Secara alamiah, hakekatnya manusia akan belajar sejak ia dilahirkan sampai meninggal dunia. Alam, lingkungan, keluarga serta sistem komunal tempat seseorang lahir menjadi tempat pertama baginya untuk belajar dan bertahan hidup. Dengan hadirnya negara maka kemudian pendidikan diatur dalam sebuah sistem belajar yang jamak disebut sebagai sekolah resmi atau institusi pendidikan formal.
Perkembangan jaman akhirnya membuat peran pendidikan menjadi sangat krusial dalam membentuk karakter dan kualitas generasi bangsa. Untuk itu Sistem Pendidikan Nasional kemudian diatur dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003. Fungsi dan tujuan pendidikan dituangkan pada pasal 3 yang berbunyi, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratif dan bertanggung jawab”.
SMPN 2 Rongkop
Kami menempuh perjalanan lebih satu jam dari kota Wonosari. Setelah melewati jalan yang berkelok dan kadang tidak rata, akhirnya kami sampai ke tempat yang kami tuju. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Rongkop, letak persisnya berada di Kalurahan Botodayaan, Kapanewon Rongkop, Gunungkidul.
Nuansa lingkungan sekolah cukup menarik. Sisi barat menjulang bukit karang yang tinggi dan terjal, sisi utara dan timur merupakan ‘tegalan’ (lahan pertanian) dan disisi selatan perkampungan warga.
“Ra eneng sinyal ta? (Tidak ada sinyal ya?) Kata teman saya tatkala baru sampai di lokasi.
Sampai tahun 2022 ini, hampir semua provider seluler tidak mampu menjangkau area ini. Untungnya jaringan internet bantuan dari Dinas Komunikasi dan Informasi Gunungkidul sudah diberikan, sehingga aktivitas belajar mengajar maupun kebutuhan komunikasi ditempat ini bisa terpenuhi.
Seorang guru kemudian mempersilahkan kami untuk masuk. Kebetulan hari itu ada wisuda kelulusan bagi para murid.
Tahun ini, sebanyak 37 siswa dinyatakan lulus dari sekolah ini. Tidak terlalu banyak, namun nuansa kebersamaan dan eratnya tali persaudaraan antar siswa maupun guru sangat terasa. Tercermin dari kekompakan mereka dalam memeriahkan acara wisuda siswa kelas sembilan yang sebentar lagi masuk ke jenjang SMA.
Acara sudah dimulai, nampak siswa siswi yang mengenakan Toga sedang berdiri diatas panggung melantunkan lagu Terima kasihku (Guruku). Dengan khidmat semua hadirin ikut menghayati lirik lagu yang sarat makna tersebut.
Hubungan batin antara murid, wali murid dan guru disini memang terlihat sangat erat. Hal yang wajar, mengingat sekolah berada di pedesaan, sehingga komunikasi terjalin dalam sistem kekeluargaan yang akrab.
Usai menyanyikan lagu nasional, anak-anak mengikrarkan janji alumni. Yang isinya antara lain sumpah setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, janji untuk selalu menjaga nama baik sekolah, dan bersedia saling membantu sesama alumni SMP 2 Negeri Rongkop.
Menyongsong masa depan dengan warisan budaya leluhur
Secara kurikulum sekolah ini tidak berbeda dengan Sekolah Menengah Pertama pada umumnya, namun dengan potensi siswa siswi yang ada, pihak sekolah mengambil kebijakan untuk menambahkan beberapa pelajaran tambahan khususnya seni budaya Jawa.
“Sekolah kami kecil, letaknya juga di pinggiran tapi kami sangat konsen untuk kemajuan sekolah, jadi kami mengusung program sekolah tiga bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa Halus dan Bahasa Inggris”, Terang Tutik Suprapti Kepala SMPN 2 Rongkop, sesaat setelah kami diterima di ruangannya.
Wanita yang menjabat sebagai Kepala Sekolah sejak 2021 itu menyatakan bahwa program penerapan tiga bahasa ini memang belum lama dilaksanakan, yakni sejak pertengahan tahun lalu. Namun murid dan wali menyambutnya dengan antusias.
“Setiap hari Senin dan Selasa, sekolah ini mewajibkan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hari Rabu dan Kamis Bahasa Jawa Halus, sedangkan Jumat Sabtu adalah Bahasa Inggris,” Terangnya lagi.
Tak hanya siswa dan guru, petugas admistrasi bahkan tamu yang hadir pun diajak untuk menggunakan bahasa sesuai dengan jadwal yang ada. Tutik kemudian menjelaskan alasan sekolah menerapkan program ini. Penggunaan Bahasa Indonesia ia sebut sebagai landasan belajar bagi anak-anak secara umum. Untuk Bahasa Inggris dimaksudkan agar anak-anak mempunyai bekal menghadapi dunia global, karena Bahasa Inggris adalah bahasa Internasional.
“Wilayah selatan Gunungkidul, terutama wilayah pantai saat ini menjadi destinasi favorit wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Hal ini juga menjadi alasan kami agar para siswa diharapkan menguasai Bahasa Inggris,” Lanjut Tutik.
Sekolah juga berharap, warga lokal tidak hanya jadi penonton saat Gunungkidul ‘booming’ wisata. Sehingga sekolah berusaha menyiapkan generasi muda menjadi generasi yang mempunyai nilai dan daya saing tinggi.
“Khusus penggunaan Bahasa Jawa Halus, ini salah satu bentuk upaya kami mendidik anak untuk melestarikan budaya lokal, sekaligus pendidikan karakter bagi siswa siswi supaya memiliki sikap dan perilaku yang sopan dan halus,” Imbuhnya lagi.
Sejak datang, kami memang mengamati, meski tergolong anak-anak di wilayah pinggiran dan masih remaja, para siswa sangat cakap menyambut tamu dari luar dengan cara yang ‘andhap asor’ (sopan).
Pihak sekolah juga terus mengajak anak-anak dan warga sekitar untuk percaya diri, mengembangkan kearifan lokal khusunya bahasa dan seni pertunjukan untuk menyongsong masa depan dan modernisasi yang semakin mengikis adat istiadat warisan leluhur.
“Kedepan, saat orang kota sudah sibuk dengan kemajuan teknologi dan mengalami pergeseran budaya, kami ingin warga disini tetap kokoh dengan kearifan lokal yang dimiliki, sebagai sebuah aset dan kekayaan yang patut dilestarikan,” lanjut Tutik sambil menunjukan siswa siswinya yang sedang memainkan alat musik Gamelan.
Kami kemudian berkeliling, di sebuah panggung kecil sedang digelar sebuah pertunjukan wayang kulit, dan istimewanya sang dalang masih sangat muda. Istimewanya lagi, ‘Wiyaga’ atau yang mengiringi sang dalang semua juga murid murid SMP 2 Negeri Rongkop.
Dalang muda yang kelihatan sudah sangat terampil memainkan wayang itu adalah Bambang Wijanorko, remaja asli Kapanewon Rongkop. Ia juga salah satu murid yang hari itu lulus dan ikut diwisuda. Di tahun 2018, Bambang pernah meraih predikat juara satu pada gelaran lomba dalang cilik se Kabupaten Gunungkidul.
Potensi para siswa dalam bidang seni dan budaya memang rata-rata tampak menonjol. Tak hanya wayang dan ‘karawitan’, menurut Tutik banyak siswa yang mempunyai minat dan bakat pada seni pertunjukan, misal Reog, Jathilan dan Kethoprak. Tutik mengulangi bahwa hal inilah yang mendorong pihaknya untuk terus membimbing dan memberikan porsi lebih bagi pembelajaran Bahasa Jawa, seni dan budaya lokal.
“Kami berharap, para siswa lulusan sekolah ini akan mempunyai bekal yang cukup untuk menyongsong modernisasi dengan tidak melupakan warisan budaya leluhur yang ‘adhi luhung,” Pungkasnya.